Thirty-Five

241 23 0
                                    

Sudah lebih dari sebulan Zoe menghilang dan kepanikan melanda seluruh keluarga itu. Zae terus berupaya untuk bisa menemukan kembarannya. Ia tak sanggup melihat Cantrelle yang amat tak bernyawa kehilangan anak kesayangannya. Troyes? Sang ayah juga berusaha keras untuk melacak putri pertamanya.

Suasana berubah mencekam sejak hari itu. Pertengkaran demi pertengkaran terus menghiasi keluarga Ambroise. Troyes dan Cantrelle berdebat hampir setiap malam. Mereka mulai saling menyalahkan satu sama lain atas hilangnya Zoe.

Zae sendiri juga tak jarang bertengkar dengan orang tuanya. Zae tahu kedua orang tuanya amat mencintai Zoe. Sang ibu bahkan tak ingin melihat wajahnya karena wajah Zae hanya akan mengingatkannya pada anak kesayangannya.

Polisi dan detektif sudah dilibatkan. Berita hilangnya Zoe juga sudah terbit di media. Namun, sampai sekarang hasilnya masih nihil. Zoe menghilang dengan sempurna. Para agen CIA, Luke, bahkan Greg juga ikut membantu mencari. Mereka semua tetap tidak bisa melacak Zoe.

Hari ini adalah hari ulang tahun mereka. Zae sudah menelepon Anna tengah malam tadi. Ia senang Anna baik-baik saja dan gadis itu pasti sedang berbahagia bersama Louis. Anna sendiri tahu tentang hilangnya Zoe, tapi gadis itu tidak mungkin bisa membantu banyak. Ia hanya berusaha untuk terus menghibur sahabatnya setiap hari.

"Zae, ada apa kau menghubungiku?" tanya seseorang di seberang.

Zae tidak menjawab. Ia menutup matanya agar bisa mendengarkan suara yang sanggup menenangkannya itu.

"Zae?" panggilnya lagi.

"Selamat ulang tahun, Ann."

Anna tertawa pelan. "Selamat ulang tahun untukmu juga, Zae. Bagaimana keadaanmu?" tanyanya hati-hati.

"Berantakan. Mom dan Dad bertengkar lagi."

Anna terdiam. "Maafkan aku. Tidak seharusnya aku berbicara soal itu."

"Kenapa kau harus meminta maaf. Sejujurnya, aku hanya bisa berbicara santai soal ini denganmu dan Nick. Jadi, jangan merasa bersalah," balas Zae sambil tersenyum.

"Aku yakin Zoe akan segera ditemukan, Zae. Bertahanlah sebentar lagi."

"Aku harap juga begitu. Aku sungguh ingin bisa menemukan dia. Kalau dia ketemu, aku bersumpah akan menghajarnya terlebih dahulu sebelum membebaskannya," ucap Zae serius.

"Kau ini! Jangan menaruh dendam padanya, bodoh."

"Dia yang memulai."

"Kau menangis ketika bercerita soal ini."

Zae berdecih pelan. Kenapa, sih, Anna suka sekali mematahkan semangatnya untuk balas dendam. Kadang itu diperlukan, oke?

"Mendengarmu mulai bersikap konyol, apakah kini perasaanmu sudah mulai membaik?" tanya Anna.

Zae tersenyum tipis. "Ya, sepertinya begitu. Aku harap seterusnya bisa seperti ini, Ann."

"Aku yakin begitu, Zae." Kedua sahabat itu kini asyik bercerita selama beberapa jam. Zae banyak bercerita pada Anna dan sebaliknya juga begitu. Ini hari ulang tahun mereka dan juga Zoe. Meski keadaan buruk, kadang memang sukacita ulang tahun akan terus ada.

"Ann, pasti sudah malam sekali di Indonesia. Sebaiknya kita bicara lagi nanti." Zae kemudian mematikan panggilan itu dan turun ke bawah. Ia belum sarapan dan kini sudah saatnya makan siang. Ia butuh tenaga setelah tadi baru bisa tidur nyenyak pukul tiga. Ruang makan itu sepi, hanya ada Jonah di sana.

"Selamat ulang tahun, Nona," ucap Jonah sembari memberi bungkusan kado.

"Kau tidak perlu repot, Jonah. Sudah kubilang aku tidak ingin apapun untuk ulang tahun kali ini," balas Zae. Akan tetapi, tangannya mengambil kado tersebut.

Conglomerate's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang