"Zae, kau itu babi," umpat Zoe pelan. Ia baru saja turun dari mobil dan masuk ke sebuah kasino yang tidak terlalu besar.
Zae hanya terkekeh pelan. "Sudahlah, kita ini hanya sedang menyamar. Lakukanlah dengan cepat agar kita bisa liburan."
Zoe mendengus kesal. Dalam hati ia masih merutuki Zae yang memberi ide ini. Bagaimana tidak, ia kini harus berpura-pura menjadi pasangan suami istri dengan Jay. Diulangi, dengan Jay! Ah, cabut saja nyawanya sekarang juga.
"Kalian semua sudah ada di posisi?" tanya Zae memastikan. Mereka berdeham pelan memberi kode bahwa mereka sudah siap.
"Baik, kita mulai operasi bersenang-senang ini," ujarnya menyeringai. "Peraturannya hanya satu, jangan sampai ketahuan."
Zoe dan Jay segera melangkah ke satu meja. Zae bilang, pria yang sedang dikelilingi banyak wanita itulah bos besar dari kasus perdagangan manusia yang sedang marak ini. Zoe mengepalkan tangannya menahan emosi. Keparat ini bisa-bisanya bersenang-senang sementara orang lain menderita.
"Ah, pendatang baru! Kemarilah dan kita bermain bersama," ajak pria itu.
Jay tersenyum ramah. "Saya harap saya bisa menang melawan Anda, Tuan Mikail."
"Oh, kita lihat saja nanti." Pria itu kemudian menaruh satu juta dollar sebagai taruhan pertamanya.
"Dikit sekali," gumam Zae lewat alat komunikasi. "Hanya sepuluh juta dollar yang kalian dapatkan? Cih, kalian itu main monopoli atau kasino?"
Yang lain terbahak mendengar kata-kata Zae. Jay dan Zoe masih berusaha mengontrol ekspresinya. Memang salah sekali menyuruh Zae memperhatikan keadaan.
"Aku tahu Ambroise bisa mendapatkan uang sebanyak itu ketika mereka tidur siang," sahut Paul.
"Hei, fokus," ujar Luke. Agen rahasia itu kemudian kembali fokus pada misi mereka kali ini.
"Bagaimana menurutmu, Zae?" Victor menghampirinya sambil memegang champagne. Ia menyesap pelan dan matanya masih tak teralih dari orang-orang yang berlalu lalang di lantai bawah.
"Berdasarkan pengamatanku, setidaknya ada dua ratus orang di sini. Dan lima puluh di antaranya adalah anak buah Mikail."
Victor mengangguk pelan. "Luke, anak buahmu sudah siap?"
"Ya, mereka sudah berjaga di depan," jawab Luke. Zae bisa melihat pria itu sedang duduk di sofa dan menegak wine. Ia juga dikelilingi oleh beberapa wanita seksi yang siap melayaninya.
"Sial, sepertinya kita dicurigai," bisik Zae pada Victor. Dengan cepat, gadis itu meraih tengkuk Victor dan melumat bibir itu. Untung saja pria yang sedari tadi menatap mereka curiga, langsung memalingkan wajahnya.
"Oh, tak ku sangka Ambroise adalah a good kisser. Hei, apa rasa bibir itu, Vic?" tanya Paul geli.
Zae tidak menanggapi candaan Paul. Matanya kini fokus menatap Jay dan Zoe yang baru saja kalah dalam permainan pertama.
"Kalian payah sekali," ledek Zae. "Zoe, kau harus bersikap lebih mesra. Masakan suami istri bersikap kaku seperti itu."
Zoe benar-benar ingin membunuh Zae sekarang juga. Tapi, sebelum ia benar-benar melakukannya, tangan Jay sudah melingkar di pinggang gadis itu.
"Dia ada benarnya, Zoe," ucapnya sembari mengecup bibir gadis itu pelan. Jantung Zoe seakan berhenti ketika Jay melakukan hal itu.
"Apa yang kau pikirkan Zoe Ambroise!" batinnya merutuk.
"Apa Anda sudah menyerah Tuan Pendatang Baru?" tanya Mikail. Pria itu sudah memenangkan sepuluh juta dollar kali ini.
Jay menyeringai tipis. "Saya bukan tipe orang yang menyerah begitu saja. Ayo, kita lanjutkan permainan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Conglomerate's Love
General FictionTHE LOVE SERIES #2 17+ Zae Ambroise, gambaran gadis sempurna dambaan umat manusia. Paras cantik, kekayaan tak hingga, dan otak cerdas sebanding dengan Einstein. Siapa sangka ia memilih untuk membangun kehidupan baru di sebuah negeri yang bahkan tak...