Twenty-Three

238 21 1
                                    

"Katakan padaku apa yang telah kau perbuat kepada Winter?!" Zae mencengkram kerah pria paruh baya itu dengan kencang. "Katakan apa yang kau lakukan padanya!"

Semua orang yang berada di situ berusaha memisahkan mereka.

"Aku bahkan baru saja kembali dari Virginia, Ambroise," balasnya.

"JANGAN MEMBUAL KAU!" teriak Zae. Emosinya sudah meledak. Tiga hari Winter menghilang tanpa jejak dan itu sukses membuat Zae sangat panik. Ia benar-benar mencurigai Greg yang terus-terusan mengancamnya soal Winter. Pria itu pasti terlibat, tapi Zae tidak punya bukti sama sekali.

Greg menghentakkan tangan gadis itu dari kerahnya. Ia merapikan kemejanya yang berantakan karena ulah gadis itu. "Aku bahkan tidak pernah berhubungan lagi dengan bajingan itu setelah ia keluar dari CIA. Apa untungnya juga bagiku untuk menangkapnya."

Zae masih terengah-engah berusaha menahan emosinya agar tidak meledak untuk yang kedua kalinya. "Sekali lagi kau berbicara omong kosong, akan ku ledakkan kepalamu." Ia kemudian keluar dari ruangan atasannya untuk menghirup udara segar.

Gadis itu berlari menjauh dari sana. Air mata tidak bisa berhenti menetes. Ia tidak menyangka seorang Winter bisa menghilang. Apa motifnya? Kenapa mereka memutuskan untuk melakukan itu? Siapa yang melakukannya? Benar-benar tidak ada petunjuk yang jelas soal ini.

Zae duduk di sebuah taman. Ia kemudian mencurahkan segala tangis dan sesak yang berkecamuk di pikirannya. Winter... pria itu punya tempat spesial di hatinya. Winter adalah ayah kedua baginya.

"Zae...," panggil Victor. Dari tadi pria itu mengejar dan mengikuti Zae. Victor kemudian duduk di sebelahnya dan memberinya sebotol minuman. "Mau?"

Zae mengambil botol itu dan menegaknya sampai kandas tak tersisa. "Terima kasih."

Victor mengangguk. "Kalau kau masih seperti ini, kita tidak akan bisa melakukan penangkapan."

Kepala Zae kembali berdenyut sakit. Banyak sekali yang ada dipikirannya. Pertama soal peredaran narkotika dan sekarang ditambah hilangnya Winter.

"A-aku akan berusaha lebih keras lagi. Aku akan membantu kalian dan menemukan Win—"

"Tidak perlu. Kau urus saja dari rumah. Sisanya biar kami yang mengerjakan," potong Victor. "Temukanlah Winter secepat mungkin dan setelah itu kau bisa membantu kami lagi." Victor mengusap kepala gadis itu.

"Baiklah. Aku akan melakukannya semaksimal mungkin."

"Kau punya kecurigaan atas siapa yang mungkin melakukan ini? Musuh bisnis ibumu mungkin, atau musuh politik ayahmu?"

Zae hanya mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu. Semua ini sangat tertutup rapi seakan-akan mereka bisa mengontrol segalanya."

Victor hanya bisa menghela napasnya pelan. "Kalau begitu, kita pelan-pelan pasti mengungkap semua "

Zae tersenyum pada pria itu. Victor menepuk bahunya pelan sebelum akhirnya ia meninggalkan Zae dalam kesendirian.

Zae menatap langit-langit. Jika kecurigaannya benar soal ini, ia mungkin tak bisa mengampuni diri sendiri. Karenanya... ia mungkin bisa kehilangan Winter.

"Winter, dimanapun kau berada, tolong bertahanlah sebentar lagi. Aku bersumpah akan membunuh orang yang berani melakukan ini padamu," gumamnya geram.

...

Sudah lebih dari seminggu sejak menghilangnya Winter dari mereka semua. Dan selama itu juga Zae tidak bisa tidur nyenyak sama sekali. Kepalanya terus berputar untuk bisa menemukan Winter.

Conglomerate's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang