Perpisahan sederhana adalah kita
***
"Bastian, tunggu dong!" seru seorang anak perempuan dari arah belakang. Anak kecil yang bernama Bastian langsung memutar badan dengan kesal. "Aku ini tiga tahun di atas kamu, jadi panggilnya pakai sebutan 'kakak' dong!" ia protes. Anak perempuan yang memanggilnya malah tersenyum lebar.
"Pulang bareng aku yuk!" ajaknya senang. "Nggak usah, aku juga dijemput kok," jawab Bastian dengan wajah datar. Anak perempuan di sampingnya kini cemberut dan melipat kedua tangan di depan dada.
"Kamu masih marah, ya, gara-gara aku ngilangin krayon baru kamu tadi siang?"
"Kania, sekali lagi aku ingetin nih. Aku ini udah kelas enam dan kamu masih kelas tiga. Jadi panggil aku 'Kak Bastian'. Paham?"
"Nggak mau. Kalau soal krayon ... Sorry deh. Nanti aku bilang Mama biar krayon kamu diganti," anak perempuan itu menunduk sambil memainkan dasi merahnya. Bastian menoleh pelan.
"Nggak usah, Kania ..." ucapnya lembut. Kania masih menunduk dan enggan menatap kedua mata Bastian.
"Kania, ayo pulang!" seseorang memanggil dari dalam mobil sedan merah di hadapan mereka. Kania mengangkat wajah, ternyata sang Mama.
"Bastian? Belum dijemput, ya? Ayo, tante anterin aja. Sebentar lagi Maghrib," ajak Mama. Namun, Bastian menggelengkan kepala dan hal itu membuat Mama turun dari mobil.
"Yuk, tante anterin aja. Rumah kamu dan Kania, kan, dekat. Mau, ya?" tanya Mama sambil mengusap pelan puncak kepala Bastian. Akhirnya Bastian mengangguk dan mengikuti langkah Kania menuju mobil.
Sepanjang perjalanan mereka hanya saling diam. Tidak ada percakapan dan suara air hujan yang mulai turun menjadi melodi indah di dalam mobil.
Tidak terasa, sepuluh menit telah berlalu, mereka sampai di depan rumah Bastian. "Makasih, ya, Kania, Tante Vina," Bastian tersenyum dan bersalaman dengan Mama. Hari itu senyum Bastian tampak menawan bagi Kania. Anak perempuan itu ikut tersenyum. Bastian membuka pintu mobil dan turun, berlari ke pagar karena hujan semakin deras.
Namun, hari itu hati Kania gelisah. Ia melihat Bastian telah masuk dan menutup pagar, laki-laki itu menaiki anak tangga untuk dapat masuk ke rumah. Kania menatapnya hingga Bastian benar-benar masuk.
Entah mengapa ia merasa takut sekali kehilangan Bastian. Padahal rumahnya dan rumah Bastian hanya berjarak sekitar satu kilometer. Mobil pun kembali melaju membelah derasnya hujan.
Sementara itu, Bastian membuka gorden ruang tamu dan menatap kepergian mobil Kania. Ia menghela napas panjang dan merasakan sesak di dadanya. Ia akan meninggalkan Kania, ia yakin Kania akan sangat membencinya karena kepergian yang mendadak ini.
"Good bye, Kania."
KAMU SEDANG MEMBACA
Evermore [END]
Любовные романыPercaya dan kecewa merupakan dua hal yang saling berkaitan. Serpihan kata rindu pun tidak akan mampu mengubah dua hal paling menakutkan itu. Kini, saatnya untuk memilih, tetap percaya atau tenggelam dalam lautan kecewa. Selamat menyelam dalam lauta...