Kali ini, singkat saja : Aku rapuh dan terjatuh
***
Senja mulai muncul di langit, cahaya jingga terlukis gradasi dengan awan dan juga permukaan laut. Perpaduan biru dan jingga menjadi pemandangan yang sangat menenangkan hati. Tidak lupa suara deburan ombak seirama dengan suara degup jantung setiap orang yang menatapnya.
Pantai Jimbaran menjadi objek wisata yang Kania kunjungi. Sudah tiga hari ia menghabiskan waktu di Bali, sekalian mengisi libur semester. Gadis itu menghirup harum khas laut yang sangat menenangkan.
Bola api raksasa mulai dilahap oleh luasnya garis laut di ujung sana. Wisatawan berfoto ria sambil sesekali terdengar gelak tawanya. Sementara Kania hanya diam merenung, enggan untuk tertawa atau berfoto.
Gadis itu sengaja menghilang dari kehidupannya di Jakarta secara tiba-tiba. Hanya Mama dan Papa yang mengetahui ia pergi ke Bali dan akan mematikan ponsel sampai dua minggu. Kania melangkah menyusuri bibir pantai dengan kaki telanjang.
Sepasang kekasih menghalangi jalannya di depan sana. "Aku mau foto di sana dong," ucap sang wanita sambil bergelayut mesra di tangan sang pria.
"Iya, sini aku fotoin. Kamu jangan ngegelayut gitu dong. Kayak monyet," balas sang pria yang langsung dibalas pukulan. Mereka akhirnya berlari dan saling berkejaran.
Kania tersenyum tipis sambil membenarkan tatanan rambut yang tertiup angin. "Andai kita bisa kayak gitu sekarang, Bas," ucapnya sendu. Ia menghela napas panjang dan memilih untuk duduk di tepi pantai, membiarkan pakaiannya terkena pasir pantai.
Angin sore berembus membelai rambutnya yang sudah dipotong pendek. Kania membuka kardigan birunya dan memejamkan kedua mata. Menikmati nyamannya suasana ini. Namun, semua itu tidak senyaman berada dalam dekapan Bastian.
***
Sejak pagi Ariaz telah berkali-kali menghubungi Kania, tetapi ponsel gadis itu tidak aktif. Bahkan, pesan-pesannya pun tidak terbalas sama sekali. Laki-laki itu sibuk mondar-mandir di depan kamarnya sambil berusaha terus memghubungi Kania.
"Come on, Kania. Come on!" Ariaz terus merutuki hal tersebut. Panik dan kesal bergelayut di kepalanya. Ia akhirnya menyerah, menekan nomor Ryan yang kebetulan sedang online.
"What's up, Man?" suara Ryan terdengar, ditambah suara Ovie yang sedang bergumam di belakang Ryan, mengomel tidak jelas.
"Lo tau kabar Kania?" tanya Ariaz to the point. Ryan terdengar mendengus. "Ini gue sama Ovie juga lagi nyariin dia, udah tiga hari handphone-nya mati," jawaban Ryan seolah membuat Ariaz tersambar petir. Tiga hari? Laki-laki itu mengusap wajahnya.
"Gue sama Ovie mau ke rumahnya sekarang. Lo mau ikut atau gimana?" tanya Ryan. "Oke, gue nyusul," Ariaz mengangguk setuju dan segera mematikan sambungan telepon. Laki-laki itu bergegas meraih kunci mobil dan memakai jaketnya.
"Kania, lo ke mana, Ni?" Ariaz bergumam di dalam mobil, ia menyalakan mesin dan langsung meluncur keluar garasi. Kepalanya tidak berhenti memikirkan gadis itu, entah mengapa ia takut kehilangan Kania, takut tidak bisa melihatnya lagi.
Sementara itu Ovie memakai seatbelt dan berdecak kesal. "Kania bener-bener parah!" ucapnya marah. Ryan menyalakan mesin mobil dan menghela napas panjang.
"Eh, kamu udah coba hubungi Bastian?" tanya Ovie. Ryan yang hendak melajukan mobil akhirnya mengurungkan niat. "Aku telepon dia sekarang," jawabnya sambil mengeluarkan ponsel dari saku celana.
Tepat di dering keempat, Bastian mengangkat teleponnya. "Lo tau Kania ke mana?" tanya Ryan langsung tanpa menunggu kalimat sapaan dari Bastian. Namun, yang terdengar di sana suara seseorang yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evermore [END]
RomancePercaya dan kecewa merupakan dua hal yang saling berkaitan. Serpihan kata rindu pun tidak akan mampu mengubah dua hal paling menakutkan itu. Kini, saatnya untuk memilih, tetap percaya atau tenggelam dalam lautan kecewa. Selamat menyelam dalam lauta...