THIRTY SEVEN

164 73 51
                                        

Satu hal paling indah yang pernah kulakukan adalah mencintaimu
- Bastian

Bangunlah, aku tahu bahwa Tuhan menitipkanmu untukku
- Kania

***

"Kania, kayaknya handphone gue ketinggalan di kamar hotel. Lo mau ikut gue aja?" tanya Ariaz, ia meraba saku jasnya, mencari ponsel miliknya.

Kania yang baru selesai menyalami kedua mempelai langsung mengangguk. Lagipula ia agak risih memakai pakaian seterbuka itu di tengah keramaian begini.

Ariaz tersenyum kemudian menggenggam tangan gadis itu, membawanya keluar dari acara pernikahan.

Mereka masuk ke lift dan sampai di lantai empat, letak kamar hotel Ariaz ada di paling pojok dekat jendela besar. Ariaz membuka kunci kamarnya.

Laki-laki itu mempersilakan Kania masuk terlebih dahulu. "Uhm, gue di luar aja," tolaknya halus. Ia memilih melangkah melihat-lihat lukisan yang terpajang di lorong. Namun, tiba-tiba tangannya dicengkeram oleh Ariaz dengan kuat kemudian ia dibawa masuk dengan paksa.

"Ariaz! Lo apa-apaan sih?!" Kania terkejut, ia sudah berada di dalam kamar yang terkunci. Ariaz melempar kunci ke dalam kamar mandi kemudian tersenyum menatap Kania yang terlihat heran.

"Lo pikir gue mau ngapain, hm?" tanya laki-laki itu sambil melangkah pelan mendekati Kania. Wajah heran Kania sekarang berganti menjadi wajah ketakutan.

"Ariaz ... " panggil Kania, ia mundur. Kedua mata Ariaz seolah menggelap menatap seluruh bagian tubuh Kania.

"Ariaz, stop!" Kania berani membentak meskipun gemetar. Ariaz menghentikan langkahnya dan mengusap wajah. "Kenapa waktu itu lo nolak gue, Kania?" kini wajah Ariaz memelas.

Kania menautkan kedua alis. "Kapan lo nembak gue?" tanyanya, ia masih melangkah mundur hingga tembok di belakangnya menyentuh punggung gadis itu. Kania terkunci.

Ariaz tertawa meremehkan. "Di rooftop kafe. Kenapa lo nggak mau kasih gue kesempatan untuk berjuang?"

Kania meneguk ludahnya. "Gue masih cinta sama Bastian!" jawabnya tegas. Ariaz mengangkat alis sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Gue lebih cinta sama lo," ucap Ariaz, laki-laki itu kini membuka jas merah maroon miliknya. "Makanya gue bawa lo ke kamar ini," lanjutnya dengan senyum penuh kemenangan.

"Heh, setelah tau sifat lo kayak gini, Ar. Gue mana mau sama cowok bejat kayak lo!"

Plak!

"AWH!" Kania tersungkur sambil memegang pipi kanannya. Ia langsung menangis saat itu juga. Pipinya berkedut dan ujung bibirnya sangat perih. Tamparan itu sangat kencang dan kuat. Kedua tangan Kania bergetar karena menahan sakit dan takut.

"Brengsek lo!" tiba-tiba Bastian sudah masuk ke dalam kamar dan memberikan pukulan tepat di tengkuk Ariaz hingga laki-laki itu terbanting. Ariaz bangkit berdiri, menatap tajam ke arah Bastian dan juga Kania.

Kania heran sekaligus lega dengan kehadiran Bastian di sana.

"Apa lo? Nggak usah lihat Kania! Lihat gue! Ayo, lawan gue! Jangan beraninya sama cewek!" Bastian membentak nyalang, ia berdiri tepat di depan Kania, memunggunginya, memberikan perlindungan untuk gadis itu. Kemudian, tanpa menunggu Ariaz siap, ia langsung memberikan pukulan ke bagian ulu hati Ariaz.

Ariaz membalasnya dengan menendang perut Bastian. "Lo buntutin gue, hah?!" tanya Ariaz pada Bastian yang terduduk karena pukulan tadi. Alih-alih menjawab, Bastian maju memukul pelipis Ariaz dua kali.

Evermore [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang