Terkadang, melepaskan adalah bentuk sambutan untuk seseorang yang baru
***
"Kamu curiga?" Bastian mengangkat sebelah alis sambil tersenyum simpul. Kania terlihat berpikir kemudian mengangguk dengan sedikit ragu.
"Aku berani janji sama kamu. Aku janji, nggak akan ada perempuan yang lain selain kamu. Kamu bisa pegang janji aku."
Kania mengangkat wajahnya dan tersenyum malu. Entah mengapa ia sangat mempercayai itu, Bastian berhasil meyakinkan hatinya.
"Ya udah, berangkat sekarang aja. Nanti kamu telat ke kantor," ucap Kania sambil melirik arlojinya. Ia sedikit tergelitik melihat di jari manisnya terpasang sebuah cincin.
"Cincinnya nggak usah dilihatin terus," komentar Bastian sambil melajukan mobil. Kania tertawa dan mengangguk mengiyakan.
***
Sementara itu, Harold menghela napasnya. Ia tahu bahwa keputusan sang kakak tidak bisa diganggu gugat lagi. Bastian sudah memantapkan hatinya untuk mencintai Kania selama sisa hidupnya.
Harold melangkah menuju pinggir kolam renang dan menatap riak-riak air di permukaan. Rasanya sakit tapi ada bahagianya karena Bastian berhasil menemukan akhir dari kisah panjangnya.
"Kania," ucap Harold pelan, ia tersenyum miris. Seseorang melangkah mendekatinya, Harold segera menegakkan posisi duduk dan menoleh. Ternyata Ryan.
"Gue udah nungguin lo daritadi. Untung pintu rumah lo nggak dikunci," ucap laki-laki itu sambil membenarkan kacamatanya. Ryan mengernyit melihat Harold yang belum bersiap-siap untuk basket.
Ryan duduk di sisi Harold. "Kenapa lo?" tanyanya heran, tidak biasanya Harold bersikap seperti itu. Harold tidak menjawab, ia masih fokus dengan pikirannya.
"Bro, lo kenapa?" Ryan kini menepuk pundak kanan Harold cukup kuat. "Gue nggak basket dulu hari ini," jawab Harold cepat. Hal itu membuat Ryan tertawa karena menemukan akar dari permasalahan Harold.
"Kania mau dilamar sama kakak lo, hm?" tanya Ryan santai. Harold menautkan kedua alis dan menoleh meminta penjelasan dari mana Ryan tahu hal itu.
"Gini, Man. Lo sama Kania itu emang bukan takdirnya. Sorry banget kalau gue terkesan menggurui lo. Tapi, gue yakin, lo pasti bisa dapet cewek yang ngerti sama sifat lo, perhatian sama lo, bisa menghargai perjuangan lo, dan tentunya cewek itu juga suka sama lo."
Perkataan Ryan membuat Harold terdiam. "Lo itu most wanted. Banyak banget cewek yang tergila-gila sama lo," lanjut Ryan sambil tertawa. Harold tersenyum dan membenarkan hal itu.
"And ... Lo boleh galau, sedih, terpuruk. Tapi, lo juga harus inget bahwa kekecewaan lo nggak bisa bertahan selamanya. Lo bisa nemuin kebahagiaan lo sendiri."
Harold kembali menghela napas panjang dan mengangguk. Ryan benar, semua perkataan Ryan adalah fakta yang harus ia jalani.
"Udah, jangan terlalu galau," Ryan terkekeh sambil menepuk punggung Harold. Ia memberikan kekuatan kepada sahabatnya itu.
"Lo bener sih, Yan. Gue mending basket daripada galau," Harold tertawa lepas dan bangkit dari duduknya. Ryan ikut berdiri dan melangkah masuk ke rumah.
"Lo harusnya seneng sih. Lo sebentar lagi punya kakak ipar. Well, kalau Kania nggak keberatan sih dia bakal ngakuin lo sebagai adik iparnya," canda Ryan.
"Hey, dia pasti ngakuinlah," bantah Harold sewot. Mereka tertawa lagi.
Harold bergegas mengambil sepatu di rak dan melangkah keluar rumah. Ryan sudah menunggu di dalam mobil. Harold mengunci pintu rumah kemudian berbalik.
"Eh?!" laki-laki itu hampir saja menabrak tubuh seseorang yang berdiri di hadapannya sekarang.
"Mau cari siapa?" tanya Harold sambil memperhatikan wajah gadis yang terasa asing baginya. Gadis itu ikut memperhatikan wajah Harold dan tersenyum simpul.
"Oh, nggak kok. Gue cuma mau ngasih ini aja. Kebetulan gue orang baru di komplek ini. Hari ini orang tua gue lagi ada acara syukuran rumah baru. Diterima, ya," gadis itu menyodorkan dua buah nasi kotak kepada Harold.
Harold tersadar dari lamunannya kemudian menerima nasi kotak tersebut dengan tangan gemetar. "N-nama lo ... Siapa?" Harold memberanikan diri bertanya.
Gadis itu tersenyum kemudian mengulurkan tangannya. "Gue Alisa. Lo?"
"Harold. Semoga kita bisa tetanggaan dengan baik, ya."
Mungkin semua yang dikatakan Ryan ada benarnya. Tidak selamanya yang manusia inginkan akan diberi oleh Tuhan. Namun, kabar baiknya, Tuhan akan mengganti dengan yang jauh lebih indah.
Double update!
{Swipe up to Epilog}
KAMU SEDANG MEMBACA
Evermore [END]
Любовные романыPercaya dan kecewa merupakan dua hal yang saling berkaitan. Serpihan kata rindu pun tidak akan mampu mengubah dua hal paling menakutkan itu. Kini, saatnya untuk memilih, tetap percaya atau tenggelam dalam lautan kecewa. Selamat menyelam dalam lauta...