Waktu sudah berlalu sekitar satu jam sejak Ji Na tiba di rumahnya. Beruntungnya, tidak jadi hujan sepanjang perjalanannya pulang tadi. Langitnya hanya mendung sampai akhirnya berganti menjadi gelap dan berbintang. Ji Na baru menyelesaikan urusan kamar mandinya beberapa detik yang lalu. Perhatiannya langsung terarahkan pada ponselnya detik pertama ia keluar dari kamar mandi. Sambil menggosok-gosok rambutnya yang basah dengan handuk, Ji Na melangkah menghampiri meja riasnya dan mendapati notifikasi nama Jae Hyun di layar ponselnya.
Jeffrey
Aku melanjutkan permainan basketku di dekat sungai han.────20.38
Ji Na mengernyitkan dahi begitu ia membaca isi pesan Jae Hyun. Wanita itu melemparkan pandangannya pada jam dinding di kamarnya. Waktu menunjukkan pukul setengah 9 malam.
Me
Jangan pulang terlalu malam, eo?────20.39
Kita ada kelas besok pagi.────20.39
Jeffrey
Aku ada pertandingan besok sore.────20.40
Me
Ah! Kalau begitu aku akan menontonnya!────20.41
Kau minta izin pada kakak-kakakku ya!────20.41
Menit-menit selanjutnya, tidak ada jawaban dari Jae Hyun. Ji Na pun meletakkan ponselnya ke atas meja. Memilih untuk melanjutkan kegiatan rutin malamnya, diawali dengan mencari piyama untuk tidur.
Namun, kegiatannya itu tertunda sejenak oleh notifikasi lain yang masuk ke ponselnya. Kali ini nama Kwon Ha Na muncul di layar ponsel Ji Na.
Uri Ha Na
Ya! Besok sore datang ke latihan biolaku, ya?────20.43
Aku ingin kau menonton latihanku dengan pianist Ahn Jung Yoo ><────20.43
Aku tak sabar!!! Tolong rekam aku besok ya!! ><────20.43
Ji Na mengernyitkan dahinya setelah membaca pesan Ha Na.
Me
Besok sore Jae Hyun ada pertandingan bola.────20.44
Kau tidak tau?────20.44
Uri Ha Na
Eh? Aku tidak tau.────20.45
Jae Hyun memberitaumu?────20.45
Me
Mm. Baru saja.────20.46
Bagaimana ini? Aku harus datang ke mana?! L────20.46
Uri Ha Na
Mampir saja ke ruang latihanku sebentar. Ya? Ya?────20.46
Aku akan omeli Jae Hyun karena tidak memberitauku juga. Dia tidak bisa dihubungi sejak tadi.────20.46
Tidak bisa dihubungi katanya? Padahal Jae Hyun baru saja mengirim Ji Na pesan.
Me
Eung. Aku akan usahakan datang! ><────20.47
Setelah mendapat persetujuan Ha Na, Ji Na pun melanjutkan kegiatannya memakai pakaian. Wanita itu mengernyitkan dahi sambil mengancingkan atasan piyamanya. Kejadian seperti ini sering sekali terjadi. Entah Ha Na yang terlalu sibuk, atau memang Jae Hyun yang lebih sering memberikan kabar pada Ji Na. Meskipun saat bersama, Ji Na lebih sering merasa bahwa Jae Hyun dan Ha Na lebih dekat daripada Jae Hyun dengan dirinya. Tetapi, informasi-informasi kecil seperti ini, Ha Na tidak pernah mendapatkannya langsung dari Jae Hyun.
Entahlah.
Mengingat mengenai persahabatannya dengan Ha Na dan Jae Hyun, Ji Na sebenarnya merasa beruntung karena sampai sejauh ini ia masih bisa menempel dengan Jae Hyun. Pria itu berteman dengannya sejak awal masuk sekolah menengah pertama. Mereka ada pada kelas yang sama, hingga saat ini. Keduanya menyandang status sebagai mahasiswa/i jurusan arsitektur di Universitas KyungHee di bawah kelas yang sama.
Berbeda dengan Ha Na. Wanita bermarga Kwon itu datang ke tengah-tengah Jae Hyun dan Ji Na sejak sekolah menengah atas. Ha Na berada di kelas yang sama dengan Jae Hyun dan Ji Na saat itu. Hingga akhirnya wanita itu terpisah sendiri di jurusan psikologi saat ini.
Namun, kedekatan Jae Hyun dengan Ha Na juga tidak bisa dipungkiri. Meskipun keduanya terpisah lebih sering, tetapi keduanya memiliki banyak sekali kesamaan yang membuatnya sangat akur. Tak jarang Ji Na merasa begitu iri dan cemburu pada Ha Na saat Jae Hyun lebih sering merespon setiap ceritanya dibanding saat Ji Na bercerita pada Jae Hyun.
Hah, sedih sekali setiap kali membayangkan momen di saat ketiganya berkumpul dan Ji Na tidak pernah bisa berbuat apa-apa selain menyimak. Tapi, ya, Ji Na bisa apa selain mengikuti alur persahabatan mereka. Atau mungkin, ia bisa mendobraknya dengan menyatakan cinta lebih dulu pada Jae Hyun? Ow! Itu terdengar sedikit barbar. Tapi, menarik, bukan?
Senyum Ji Na melebar konyol saat memikirkannya. Ia akan menyatakan cinta. Ya! Ia akan manfaatkan momen pertandingan Jae Hyun besok.
Dering di ponselnya tanda ada telephone masuk seketika membuyarkan rencana konyol Ji Na mengenai pernyataan cinta. Ji Na buru-buru merebut ponselnya dan menyambar dengan semangat.
"Grandma!" sahut Ji Na begitu sambungan telephone dengan neneknya tersambung.
Orang tua Ji Na tinggal di Berlin. Ayahnya bekerja sebagai dosen di salah satu universitas ternama di sana. Sementara, Ibunya telah meninggal sejak usianya masih sekolah dasar. Jadi, Sang Ayah terkadang memilih untuk mondar-mandir menginap di rumah orang tuanya (Nenek dan Kakek Ji Na).
"Cucuku yang nakal ini, kenapa kau menolak ajakan kakakmu untuk ikut ke Berlin saat libur musim panas, huh?" Nenek Ji Na mengomel tanpa basa-basi terlebih dahulu.
Ji Na terkekeh. "J-jae Hyun ingin mengajakku ke Busan menemui nenekny──"
"Ya ampun! Tidak bisakah kau memprioritaskanku di sini, Honey? Akan kuculik Jae Hyun jika kau lebih sering menurutinya terus!" potong Neneknya.
"Nek, lagipula libur musim panasku besok kan berlangsung tiga bulan. Aku akan ke Busan sebentar dengan Jae Hyun, baru setelah itu aku menyusul dengan Oppadeul ke Berlin, ya?"
"Sendirian? Tidak."
"Nenek~ Aku sudah besar~" Ji Na merengek sebal.
"Anak bayi sepertimu mana bisa besar. Kau lupa kalau kau pernah tersesat di Berlin, huh?"
"Itu kan dua tahun lalu! Aku masih SMA waktu itu!"
"Tidak ada bedanya. Honey, dengar," jika Neneknya sudah memberikan peringatan tegas seperti ini, Ji Na hanya bisa merengut dan diam, "libur musim panas akan datang dua bulan lagi. Ikuti kakak-kakakmu untuk pulang ke Berlin atau kau akan tetap ada di Seoul dengan kakak pertamamu."
"Ough! Tidak dengan Chan Sung Oppa! Dia akan mengawal setiap langkahku ke mana pun jika Nenek biarkan Chan Sung Oppa bersamaku~"
"Kalau begitu pulanglah ke Berlin. Nenek akan jewer telinga Jae Hyun kalau kau masih mau menurutinya."
"Iya, iya. Aku akan pulang," Ji Na membuang kedua bahunya merosot ke bawah. Ia sebal dan merutuki nama Chan Sung dalam hati. Ia sudah menduganya, kakak pertamanya yang super galak itu pasti mengadu pada Neneknya kalau Ji Na tidak ingin ikut pergi ke Berlin. Benar-benar.
"Baiklah kalau begitu. Titipkan salam Nenek pada Jae Hyun, ya. Kau tidurlah. Minta kakak-kakakmu untuk tidur. Mereka sibuk sekali sepertinya sampai tidur larut malam terus."
"Mmm." Ji Na sudah terlanjur merajuk untuk menjawab Nenennya.
"Bye, Honey. Have a nice dream."
PIP.
Ya, keluarganya menyebalkan. Menjadi anak terakhir juga menyebalkan. Semuanya menganggap Ji Na seperti anak kecil yang selalu harus dikawal. Ia bahkan tidak bisa bergerak bebas sedikit pun. Ia tak pernah punya kesempatan untuk berkencan dengan pria mana pun. Orang tua dan ketiga kakaknya membuat Ji Na menempel terus dengan Jae Hyun. Dan sekarang, ia jatuh cinta pada Jae Hyun. Lalu, siapa yang bisa disalahkan! Huh.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOUL.MATE = Don't Wanna Be Just Friend
RomanceSinopsis : Siapa yang percaya bahwa tidak ada persahabatan sejati di antara pria dan wanita? Bahwa, tidak mungkin tidak ada kata 'cinta' di tengah-tengah persahabatan mereka? Bahwa, ada masa di mana salah satu dari mereka pasti memendam rasa 'cinta...