Sungguh. Ini baru pertama kalinya dalam 23 tahun umur Ji Na, ia bisa bangun tidur dengan senyum paling lebar yang langsung terpatri di wajahnya. Begitu kelopak matanya terbuka dan kesadaran telah ia terima secara penuh, maka detik kemudian kedua pipinya merespon cepat dengan menciptakan semburat kemerahan di atasnya. Wanita itu memekik cukup kuat sambil membuang wajahnya bersembunyi pada bantal dan selimutnya dalam-dalam. Ingatan mengenai ciumannya dengan Jae Hyun semalam membuatnya hampir gila.
Ngomong-ngomong, ia hampir tidak bisa tidur nyenyak semalaman karena terus-terusan memikirkan ciuman itu. Tapi, sungguh, ia tak apa-apa.
Oke. Setelah berguling-guling bahagia dalam gulungan selimut tebalnya cukup lama, Ji Na pun memutuskan untuk beranjak bangun. Sambil menggulung rambutnya asal, ia merebut sendal dan mengambil langkah keluar kamar.
Degub jantungnya berdebar lagi begitu kakinya melintasi kamar Jae Hyun. Oh, hanya memandang pintunya saja sekarang rasanya malu sekali.
"Aduhh! Aku benar-benar sudah gila!" gerutunya sendirian sambil menepuk-nepuk kedua pipinya yang memanas. Ia pun tak ingin berlama-lama di sana. Tidak sebelum ia kepergok Jae Hyun karena berdiri di depan kamarnya dan tertawa sendirian seperti orang tak waras. Maka, kedua kaki kecilnya pun membawanya berlari menuruni tangga menuju dapur di lantai bawah.
Pagi ini udara nyaman sekali menyelimuti Gyeonggi. Villa In Ha juga luar biasa. Karena letaknya yang cukup jauh dari pusat kota, maka kicau burung masih terdengar nyaring sekali saling bersautan mengisi pagi ini.
Wanita itu membuka lemari pendingin, meraih satu botol air mineral dan meneguknya hingga separuh habis. Ngomong-ngomong, belum ada yang bangun selain dirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi.
"Hmm~ apa yang harus kumasak?" gumamnya sendirian sambil menjelajahi pandangannya ke sepanjang isi lemari pendingin. Menyeleksi bahan-bahan makanan yang tersedia di sana untuk siap ia eksekusi.
"Good morning~" suara Mark menyahut dari arah belakangnya. Pria itu menyusul Ji Na, bergabung di dapur dengan kaus hijau dan kupluk hitam yang membungkus kepalanya.
"Morning, Mark," Ji Na menoleh sejenak untuk sekedar mengetahui bahwa Mark telah mengambil posisi duduk di salah satu kursi dekat pantry. "Apa yang ingin kau makan untuk sarapan? Nasi atau .... sesuatu yang ringan seperti cereal saja?"
"Hmm," Mark bergumam, memikirkan ide paling brilian untuk sarapan pagi ini sambil memutar-mutar kursinya. "I'll go with pancake," ia menuturkan keinginannya.
"Pancake?" Ji Na mengedarkan pandangannya sekali lagi ke dalam isi kulkas. Ia menemukan tepung, telur, susu dan beberapa bahan lainnya yang sempurna untuk pancake yang Mark inginkan. "Ada maple syrup juga di sini," ia meraih botol sirup maple keluar dari kulkas.
"Kau tau semacam.... shouffle pancake? Pancake yg tebal dan besar."
"Ah, kau ingin shouffle pancake?" tangan Ji Na terampil saat memilih bahan-bahan yang ia butuhkan untuk mengisi perut Mark.
"Hm. Terakhir aku makan itu saat di Jepang," melihat Ji Na mulai beraksi, Mark pun turun dari kursinya menghampiri Ji Na. Pria itu berdiri persis di sisi kiri Ji Na, memperhatikan cara wanita itu mengeluarkan bahan-bahan untuk membuat pancake dari dalam kulkas. "Ada sesuatu yang bisa kubantu, Chefnim?" tawarnya.
"Oh tentu," Ji Na sibuk memulai pekerjaannya. Mengumpulkan semua bahan-bahan ke hadapannya, "bantu aku untuk tetap diam di sana, Mark. Aku bisa mengatasi sisanya sendirian, okay?"
Senyum Mark lantas mengembang lebar. Tangannya terangkat untuk memainkan helaian-helaian rambut Ji Na yang gagal bergabung dengan bunnya. "Aku tau kau seperti genie jika sudah di dapur. Tapi, aku benar-benar ingin membantu agar tau cara membuatnya," tutur Mark sambil memandang Ji Na lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOUL.MATE = Don't Wanna Be Just Friend
RomanceSinopsis : Siapa yang percaya bahwa tidak ada persahabatan sejati di antara pria dan wanita? Bahwa, tidak mungkin tidak ada kata 'cinta' di tengah-tengah persahabatan mereka? Bahwa, ada masa di mana salah satu dari mereka pasti memendam rasa 'cinta...