Delapan

144 17 0
                                    

Suasana bus rute Gangnam Station – Kyung Hee University pagi ini lebih ramai dari biasanya. Ji Na dan Jae Hyun yang biasanya selalu dapat tempat duduk kali ini harus rela berdiri berjejal-jejalan di dalam bis. Meskipun begitu, Jae Hyun membiarkan Ji Na berdiri menyandarkan punggungnya pada sandaran dekat pintu bis dengan aman, sementara ia berdiri dengan gagahnya di hadapan wanita itu.

Sepanjang perjalanan, Jae Hyun berulang kali menolehkan kepalanya pada Ji Na. Ia mengernyitkan dahinya, heran sekali lantaran Ji Na tak henti-hentinya mengerucutkan bibirnya sambil melipat kedua tangannya ke atas dada.

"Kau marah padaku?" tanya Jae Hyun dengan suara dalam.

Ji Na pun menoleh. "A-ah, bukan," kemudian merengut sebal lagi. "Pada Hwang Chan Sung."

"Hah, lagi-lagi," Jae Hyun membuang pandangannya keluar jendela bis. Ia berhenti heran begitu nama kakak sulung Ji Na keluar dari bibir wanita itu. Keduanya memang hampir tak pernah akur.

"Ya! Aku kesal," Ji Na melontarkan keluh kesahnya dalam nada bisikkan. Meskipun begitu, Jae Hyun tetap mampu mendengarnya dengan baik. "Aku sudah berumur 23 tahun. Dan, apa itu? Pria bernama Hwang Chan Sung itu tetap saja tidak memberikan aku kesempatan untuk punya pacar!"

Jae Hyun terkekeh. "Mana ada yang sanggup melalui ketiga tembok kakak-kakakmu itu untuk mendapatkan izin berpacaran denganmu, hah?" ledeknya.

"Itu dia! Dia benar-benar tidak bisa percaya dengan pria manapun. Bahkan denganmu," Ji Na tau-tau menatap Jae Hyun lurus, "Chan Sung mengganti password rumah karena tidak ingin kau terlalu dekat denganku. Apa dia tidak gila?"

Jae Hyun terdiam.

"Jika kau saja, yang setiap hari menempel denganku tidak ia percaya. Lantas siapa lagi?" Ji Na berdecak keras. "Dia benar-benar ingin membuat adiknya menjadi perawan tua apa? Huh!"

Hembusan napas berat terhela dari hidung Jae Hyun sambil membuang pandangannya jauh-jauh keluar jendela bis. "Memang siapa pria yang sedang kau incar, hah?" Ia lantas menatap Ji Na lagi dengan serius, "Dia harus lewat seleksiku dulu, ingat?"

Senyum Ji Na tau-tau mengembang lebar. "Pokoknya ada," sambil memainkan ujung cardigan biru muda yang ia kenakan. Semburat kemerahan di pipinya merona hebat lantaran pria yang tengah ia singgung itu berdiri di hadapannya, tengah menatapnya penuh selidik.

"Aku mengenalnya?" tanya Jae Hyun.

Ji Na mengangkat kepalanya, memberikan anggukkan kepala dengan semangat sambil menatap Jae Hyun. "Kau sangaaaaat mengenalnya, dan..." Ji Na menepuk-nepuk kedua bahu Jae Hyun, "aku akan menyatakan cinta nanti sore!"

"Apa?!" Jae Hyun memekik keras. Mengejutkan seluruh penumpang bis dengan suara baritonnya yang menggelegar. "Kau bahkan tidak dapat izin untuk berpacaran dengan ketiga kakakmu!"

"Yaa~" Ji Na bergerak cepat, membungkam mulut Jae Hyun dengan telapak tangannya. "Tidakkah kau lebih pelan sedikit, hah? Kau mempermalukan aku!" tegur Ji Na dalam bisikkan penuh tekanan sambil memperhatikan sekitar. Para penumpang bis melempar pandangan aneh ke arah mereka berdua dan Ji Na hanya meresponnya dengan tawa konyol.

"Kau juga kenapa tidak bilang?!" Jae Hyun menurunkan nada suaranya sepelan mungkin. Ia melontarkan protesnya setelah menghempaskan tangan Ji Na dari mulutnya dan mencengkram pergelangan tangan wanita itu erat-erat di udara.

"Sejak kapan kalian dekat?!" cecarnya dengan pertanyaan.

Sementara, Ji Na membeku di tempat. Jarak yang cukup dekat ia ciptakan dengan Jae Hyun membuatnya sulit bernapas. Terlebih, Jae Hyun baru saja menyelidiki seseorang yang Ji Na sembunyikan saat ini, yang sebenarnya adalah dirinya sendiri.

SOUL.MATE = Don't Wanna Be Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang