"Oppa, stop!!!"
Ji Na tak sanggup menahan dirinya lebih lama lagi melihat Pria yang Ia cintai babak belur dihabisi oleh Sang Sulung. Wanita itu memekik, sekuat mungkin hingga berhasil membuat ketiga kepala itu menoleh ke arahnya.
Jantungnya berdebar semakin keras dengan denyut nyeri yang menyakitinya saat kedua pasang matanya bertemu dengan milik Jae Hyun. Tangannya bergerak mencengkram pagar balkon kamarnya, memberikan kekuatan penuh agar ia bisa berdiri dengan cukup kokoh di sana. Atau, Chan Sung benar-benar akan menghabisi Jae Hyun malam ini.
"Ji Na, masuk ke kamarmu!" Chan Sung menitah, begitu tegas seolah Ji Na tak diberi kesempatan untuk melawan. Pasalnya, rasa rindu yang ada dalam diri Ji Na merebak begitu kuat. Seberapa banyak pun Jae Hyun melukainya, rupanya ia masih begitu merindukan pria itu.
"Kenapa kau harus datang, Jeff?" bisik Ji Na begitu pelan, memantik getar air mata yang mulai berkumpul di sekitar pelupuk matanya.
*
"Ji Na," Jae Hyun bersuara, begitu lirih di tengah kondisinya yang tak berdaya. Perasaannya membuncah, mendorong kerinduannya begitu ia mendapati sosok wanita yang dicintainya akhirnya muncul dari balkon kamarnya. Hingga tanpa sadar, ia memiliki kekuatan lebih untuk beranjak dari cengkraman Chan Sung demi bisa mengejar wanita itu di balkonnya.
Namun, Chan Sung bergerak lebih cepat. Pria itu menghadang Jae Hyun sambil memberikannya ancaman.
"Jangan sebut nama adikku!" Chan Sung terpancing. Pria itu kembali menatap Jae Hyun nyalang sambil mencengkram kerah Jae Hyun.
"Hyung, aku harus bertemu, Ji Na," Jae Hyun mulai melawan. Pria itu beranjak, berhasil mendorong tubuh besar Chan Sung dari atasnya hingga tersungkur ke belakang. Jae Hyun tak menunggu izin Chan Sung. Ia merebut langkah, berlari memasuki halaman rumah Ji Na serampangan.
SRET!--BUG!
Namun, Chan Sung berhasil merebut lengannya dan kembali memberikan Jae Hyun pukulan yang sangat kuat hingga pria itu tersungkur kembali ke tanah. Kejadian itu pun diiringi oleh jeritan kuat Ji Na dari balkon.
"Kau ingin mati, huh?!"
"Hyung, sial! Berhenti!!" Min Hyun marah oleh sikap emosional Chan Sung yang kembali memukuli Jae Hyun tanpa ampun. Namun, kedua telinga Chan Sung seolah tersumbat oleh suara siapapun.
"Hwang Chan Sung, berhenti !! Atau, aku akan lompat sekarang!"
Jerit ancaman Ji Na berhasil membuat Chan Sung kembali menghentikan kegiatannya. Pria itu mendorong kerah Jae Hyun hingga kepalanya membentur tanah. Chan Sung menyerah, sementara ia dipapah berdiri oleh Min Hyun.
"Pergilah, Jae Hyun. Please," Min Hyun mencengkram Chan Sung kuat-kuat dalam rangkulan tangannya, menahan kakaknya agar ia tak kembali menyerang Jae Hyun.
"Hyung, aku ingin menyampaikan sesuatu pada Ji Na. Kumohon. Dia harus dengar ini," Jae Hyun menyeka darah dari sudut bibirnya sambil tertatih berdiri.
"Tak ada izin dari mulut sialanmu untuk untuk mengatakan apapun pada adikku!" Chan Sung menyerobot.
"Tolong, Jae Hyun. Kau harus mengerti. Kau harus pergi, demi keselamatanmu juga," Min Hyun menyela segera. "Ayo, Hyung. Kita sebaiknya masuk," lantas, menggiring langkah Chan Sung untuk memasuki rumahnya.
"Aku mencintai Ji Na, Hyung," Jae Hyun bersuara, begitu yakin, tapi tak ia lakukan dengan keras. Namun, bisikkan pelan itu berhasil membuat langkah Chan Sung dan Min Hyun terhenti. "Hyung, kekasihku itu kesalahan. Aku tak bermaksud begitu."
Min Hyun dan Chan Sung menoleh, menatap Jae Hyun tak percaya sambil membulatkan pupilnya.
"Yang kucintai adalah Ji Na, Hyung. Aku...aku tidak bisa mencintai wanita lain meskipun aku memaksa hatiku melakukannya," Jae Hyun merundukkan kepalanya dalam-dalam. "Biarkan aku mencintainya, Hyung."
Min Hyun terenyuh. Ia menatap Jae Hyun seksama, namun, ya, tak ada kebohongan sama sekali dari gerak-gerik pria itu. Jae Hyun menyampaikannya begitu jujur dan pasrah. Min Hyun lantas menoleh ke sisi kanannya, mendapati Chan Sung yang terlihat mulai mengendurkan otot-otot di wajahnya. Entah, apakah Chan Sung mulai meredakan emosinya setelah pengakuan Jae Hyun itu?
SRAK!
Namun, Chan Sung tak merespon. Pria itu menyergah rangkulan tangan Min Hyun dan berlalu pergi tanpa sepatah katapun.
Sementara, Jae Hyun menghela napas panjangnya. Air matanya menetes mengartikan begitu banyak perasaan yang bergejolak dalam dirinya. Ia merasa...begitu pencundang malam ini.
Kepalanya lantas terangkat ke arah balkon kamar Ji Na. Jae Hyun merasakan hatinya seperti terikat nyeri begitu ia mendapati Ji Na masih berada di sana, menyaksikannya sambil menyeka pipinya berulang kali. Sialan, Jae Hyun membuatnya menangis (lagi).
"Jae Hyun-ah," Min Hyun memanggilnya. Namun, Jae Hyun tak berniat untuk mengalihkan pandangannya dari Ji Na sedikit pun. "Kau sudah bisa menghubungi Ji Na. Sejak hari ini, Ia sudah tidak memblokir nomormu."
Mendengar informasi tersebut, kepala Jae Hyun sontak menoleh 90 derajat ke arah Min Hyun. Ia seolah tak percaya mendengarnya. Tetapi, informasi itu terdengar benar. Apalagi, Min Hyun menganggukkan kepalanya pada Jae Hyun sebelum pria itu pergi meninggalkannya.
Dengan begitu, Jae Hyun buru-buru merogoh saku celananya. Meraih ponsel dan menekan tombol darurat angka 1 yang segera menghubungkannya dengan Ji Na.
*
Ddddrrrtttt!!
Ponsel dalam genggaman tangan Ji Na bergetar. Ia biarkan benda itu bergetar cukup lama, meskipun ia telah mengerti bahwa seseorang yang menelphonenya saat ini adalah Jae Hyun. Pria yang masih menjadi objek utama pemandangannya sekarang.
Dari atas balkon, terlihat jelas saat Jae Hyun berlari mundur dari posisinya semula. Seolah Ia sengaja melakukannya agar ia bisa semakin jelas melihat Ji Na, dan Ji Na bisa semakin jelas mengetahui bahwa Ia lah yang menelphone.
Tubuhnya gemetar hebat. Darahnya berdesir kuat membuatnya tak nyaman. Air matanya pun terproduksi begitu deras, meski ia tak menyuarakan isakkan. Namun, tangan gemetar itu pun akhirnya terangkat, membawa ponselnya menempel di telinga tanpa memutus kontak mata yang ia lakukan dengan Jae Hyun.
"Aku mencintaimu," suara baritone Jae Hyun yang gemetar terdengar jelas sekali, memasuki indera pendengaran Ji Na tanpa jeda.
Wanita itu melesakkan isak tangis semakin kuat. Suara tangisannya yang semula tertahan pun mulai bersuara. Ia biarkan Jae Hyun mendengarnya dari sebrang telphone.
"Ji Na, aku hanya mencintaimu. Aku mencintaimu."
Kedua kaki Ji Na lemas. Wanita itu terduduk, bersandar pada pagar balkonnya sambil memeluk lututnya erat-erat. Tangisannya menguat. Suara isakkannya mengeras tanpa penghalang.
Satu kalimat yang begitu ingin Ji Na dengar dulu, harus bisa ia dengar di kondisi seperti ini. Di saat semuanya sudah terlanjur kacau balau.
"Aku melakukannya karena aku mencintaimu, Baby. Aku mencintaimu."
*
Di sisi lain, di ambang pintu kamar Ji Na, ada Johnny yang berdiri terpaku tanpa berniat untuk mengusik tangisan adik bungsunya sama sekali. Pria itu membiarkan Ji Na melepaskan tangisannya malam ini dengan puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOUL.MATE = Don't Wanna Be Just Friend
RomanceSinopsis : Siapa yang percaya bahwa tidak ada persahabatan sejati di antara pria dan wanita? Bahwa, tidak mungkin tidak ada kata 'cinta' di tengah-tengah persahabatan mereka? Bahwa, ada masa di mana salah satu dari mereka pasti memendam rasa 'cinta...