Dua Puluh Empat

155 12 0
                                    


Rupanya sulit untuk menahan diri agar tidak memperhatikan Ji Na dan Jae Hyun bagi Soo Hwa. Maksudnya, kedua orang itu terlalu mencolok. Bahkan di saat semua orang berpencar untuk menyelesaikan partisinya masing-masing, Ji Na dan Jae Hyun memilih untuk merapat di sofa. Namun, Soo Hwa sudah berjanji pada Ten. Maka, ia benar-benar hanya mengintip sedikit, lalu melengos.

Wanita itu melempar pandangannya ke arah Ten yang bergabung dengan Mark di atas meja makan. Keduanya sibuk dengan potongan besi dan printilan-printilan lainnya. Lantas, mengembalikan pandangannya pada papan dan penggaris yang ada di hadapannya.

"Kau bilang, Ji Na itu punya tiga kakak laki-laki, ya?" In Ha bertanya, tentu saja pada Soo Hwa karena hanya dialah yang duduk di dekat In Ha saat ini.

Meskipun In Ha kerap kali mengobrol dan dekat dengan Ji Na, namun banyak hal yang terlewat oleh In Ha lantaran ia cukup populer di kalangan kampus. Wanita kaya raya ini jarang sekali bergabung dan mengobrol panjang dengan Ji Na, Jae Hyun, Soo Hwa dan lainnya karena sibuk dengan teman-teman dari organisasinya sendiri.

"Hm'mm," Soo Hwa mengangguk, berusaha sesantai mungkin meskipun dalam hatinya ia menyembunyikan caranya menghela napas berat. "Kakak-kakaknya pernah mengantar Ji Na langsung ke kampus. Kau tidak pernah lihat?" Soo Hwa berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Lihat. Aku pernah lihat yang mengenakan jas putih setiap mengantar Ji Na," In Ha menjawab sambil memotong papan tipis yang telah Soo Hwa ukur dengan cuter dan penggaris besi di tangannya.

"Ah! Itu Min Hyun Oppa," Soo Hwa tau-tau memekik ringan. "Dia kakak ketiga Ji Na. Dokter anestesiologi," jelasnya.

In Ha ber-o ria.

"Ada lagi kakak pertama Ji Na itu seorang jaksa di Pengadilan Tinggi Negeri Seoul. Kalau kau memperhatikan, dia selalu mengantar Ji Na dengan mobil .... warna hitam. Dia juga satu-satunya kakak Ji Na yang pernah masuk ke ruang kelas saat perkuliahan Jung Ssaem. Ingat?"

"O! Yang tinggi besar itu, ya?" In Ha menyambar semangat. "Ah, si tampan itu jaksa."

Soo Hwa terkekeh sejenak mendengar respon In Ha. "Tampan, ya? Kau ingin jadi kakak iparnya Ji Na?" ledeknya.

"Ah," In Ha mengibaskan tangannya malu di hadapan wajahnya, "aku tidak berani membayangkannya hahaha... tampan tapi seram."

Lagi, Soo Hwa terkekeh. "Hampir semua kakak Ji Na seram sepertinya hahaha... kakak kedua Ji Na juga seram. Namanya Johnny. Tinggi besar dan berotot juga."

"Benarkah?"

Soo Hwa mengangguk. "Sesekali mainlah ke rumah Ji Na. Kau bisa menemukan tiga pria tampan dalam satu rumah sekaligus. Percayalah."

"Ah, itulah kau sering main ke rumahnya, eo?" ledek In Ha. "Dasar."

Sementara, Soo Hwa lagi-lagi hanya tertawa kecil sambil melanjutkan pekerjaannya.

"Jadi benar, ya," In Ha mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sepertinya karena Ji Na itu dikelilingi tiga kakak laki-laki, ya. Makanya ia bersikap begitu."

Soo Hwa menoleh. "Maksudnya?" tanyanya.

In Ha memandangnya sejenak. "Ya, begitu," kemudian, menjelaskan maksudnya dengan menunjuk ke arah Ji Na dan Jae Hyun dengan dagunya.

Soo Hwa menoleh sedikit, mendapati Ji Na yang sibuk mengunyah sambil menyuapkan potongan pizza dari tangannya pada Jae Hyun yang tengah fokus memotong besi-besinya. Ji Na bahkan terlihat tak sungkan saat membawa kedua kakinya bersandar di atas paha Jae Hyun.

"Yaa," Soo Hwa melengos sambil menetralkan pikirannya sendiri, "mereka benar-benar sudah terbiasa begitu. Ji Na itu dititipkan pada Jae Hyun sejak masih SMP. Ditambah lagi, ia hidup dengan ketiga kakak laki-laki. Jadi kurasa, memang begitulah cara Ji Na bersikap di sekitar Jae Hyun. Sama seperti saat ia bergelayut manja kalau dengan kakak-kakaknya."

SOUL.MATE = Don't Wanna Be Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang