Empat Puluh Enam (END)

416 12 4
                                    

Jika dihitung, waktu 5 tahun itu lama sekali memang. Sekitar kurang lebih 1.800 hari harus dilalui dengan satu keyakinan bahwa suatu saat Jae Hyun akan membawa wanita yang dicintainya kembali ke kehidupannya. Tapi, setelah hari-hari melelahkan penuh penantian itu berlalu, Jae Hyun bisa mengenangnya sambil menyunggingkan senyum lega saat ini. Kini, Jae Hyun bisa memandang ke luar jendela pesawat dengan begitu santai.

"Wah, beruntungnya, masih ketemu," suara Ji Na hinggap dari samping tempat duduknya.

Jae Hyun menoleh, mendapati Ji Na yang sibuk menggerutu sambil memasang kembali sabuk pengaman di tempat duduknya. Ia mengomel, lebih pada dirinya sendiri, karena meninggalkan ponselnya di toilet lounge bandara. Beruntungnya, petugas keamanan masih sempat menemukan ponselnya sebelum pesawat mereka berangkat ke Korea.

"Ketemu?" Jae Hyun bertanya, memaksa perhatian wanita itu agar terarah padanya.

"Hm," Ji Na tersenyum. Ia mengangkat ponselnya, memamerkannya pada Jae Hyun dengan bangga. "Aku hampir meninggalkan barang berharga ini di toilet bandara Berlin, haha..."

Jae Hyun menggelar senyum lebar. Oh, Ia hampir tak pernah tak tersenyum sejak Ji Na memutuskan untuk kembali dengannya. Jika bisa, jika tak dianggap cheezy, mungkin Jae Hyun ingin memberitaukan pada semua orang bahwa ia begitu bahagia.

"Jeff," wanita itu merengek manja sambil menghadapkan tubuh bagian atasnya pada Jae Hyun.

"Hm?" Jae Hyun mengusap pipi tembam Ji Na.

"Penghalang di kursi bisnis begini mengganggu," Ji Na memukul-mukul pembatas di tengah-tengah kursi mereka. "Seharusnya kita di kelas biasa saja biar aku bisa bersandar memeluk lenganmu, tau."

Tawa Jae Hyun lolos, gemas atas rengekkan kekasihnya. "Tubuhku bisa pegal harus menahan bobot kepalamu selama 14 jam. Apa kau pikir kepalamu ini ringan, eo?"

"Aku kan tidak memelukmu sepanjang perjalanan," wanita itu merengut.

"Oh, ya?" Jae Hyun mencubit gemas pipinya. "Aku ingat seseorang pernah memeluk lenganku selama perjalanan menuju Busan dulu. Aku harus bertahan menahan pegal selama berjam-jam di dalam bis."

Seseorang yang disindir Jae Hyun pun terkekeh sambil menggigit bibir bawahnya.

"Habisnya tempat ini nyaman sekali dipeluk," ujar Ji Na sambil meremas kuat lengan kekar Jae Hyun dengan kedua tangannya.

Jika Ji Na tak mengungkitnya, mungkin Jae Hyun juga tak sadar bahwa rupanya Ia telah memperlakukan Ji Na begitu mesra sejak dulu. Ia biarkan wanita itu begitu menempel padanya. Huh, tak heran jika Jae Hyun jatuh hati.

"Kita akan kembali ke Korea, ya?" Ji Na berbinar begitu menyampaikan ini. Ia hanya tak menyangka bahwa hari ini akan tiba. Hari di mana ia kembali ke Korea lagi.

"Kau," koreksi Jae Hyun atas gumaman tak jelas Ji Na. "Kau yang akhirnya kembali ke Korea. Denganku."

Ji Na tersenyum lebar. "Setelah lima tahun, Korea tetap menjadi negara di mana Jae Hyun dan Ji Na selalu bersama. Meskipun aku sudah pergi selama lima tahun. Tetap saja, aku akan kembali, tinggal bersamamu di Korea."

"Kau tidak ditakdirkan untuk tinggal tanpaku di Korea."

"Itu dia," Ji Na mengerutkan hidungnya, gemas.

Jae Hyun meraih tangan Ji Na, mendaratkan ciuman di punggung tangannya; persisnya di atas jari manis kekasihnya.

"Sampai sana nanti, kita pergi ke toko cincin dulu, ya," ujar Jae Hyun.

Senyum Ji Na semakin lebar begitu ia berhasil menangkap gelagat Jae Hyun. "Kenapa? Kau ingin melamarku?"

Jae Hyun mengangkat alisnya sambil tersenyum miring. "Memang siapa lagi yang akan kunikahi, huh? Aku harus melamarmu sebelum kau hamil."

SOUL.MATE = Don't Wanna Be Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang