Tujuh

152 17 0
                                    

Baiklah, malam ini taburan bintangnya tidak begitu terlihat cantik. Cahaya terangnya tertutupi gumpalan-gumpalan awan mendung yang menyebar di setiap meter jubah kebesaran langit yang tergelar. Angin dingin kali ini juga diikuti aroma perpaduan air dan tanah dengan hawa yang menusuk tulang. Aroma yang biasanya khas setiap kali alam siap mengguyur buminya dengan air hujan. Tapi tidak, malam ini sepertinya tidak jadi hujan.

Setelah tiga jam berkutat dengan timnya, mengejar bola basket demi mencetak poin sebanyak-banyaknya, Jae Hyun pun bergerak ke tepi lapangan. Pria itu melempar pantatnya ke salah satu tempat duduk sambil meneguk habis air dalam botol minumnya. Keringat membasahi rambut dan kaos hitam yang ia kenakan. Bahkan, handuk kecil yang mengalung di lehernya pun tak berkuasa lagi untuk membuat sang pemilik kering dari keringat.

"Kita sudahi permainannya?" suara berat dari pria jangkung bernama Min Gyu terdengar memecah keheningan di gendang telinga Jae Hyun. Pria itu merebut tas ransel yang ada di dekat Jae Hyun dan mengobrak-abrik isinya.

Jae Hyun tak bereaksi banyak. Pria itu menjawab dengan gumaman kecil. "Aku harus pulang. Seseorang akan menelphoneku sebentar lagi kalau aku benar-benar tidak pulang," tambah Jae Hyun menggerutu sendirian.

"Hm?" Min Gyu menghentikan kegiatannya dari meneguk air minumnya sejenak. "Ibumu?" Kemudian, meneguk air minumnya lagi sampai habis.

"Ck, bukan," Jae Hyun menggelengkan kepalanya. "Dia bahkan lebih rewel dari ibuku," Pria itu melanjutkan jawabannya sambil membongkar isi tasnya, mencari benda bernama ponsel untuk memastikan dugaannya akan benar-benar terjadi.

Tapi, tidak. Belum ada panggilan apapun dari kontak bernama Hwang Ji Na yang kini tengah memenuhi layar ponselnya. Isi ruang chat mereka masih ditutup oleh Ji Na yang setuju akan menonton pertandingan Jae Hyun besok sore.

"Dia tidak menelphone?" gumam Jae Hyun dengan suara sangat pelan, untuk dirinya sendiri.

"Ah, Hwang Ji Na," sambar Min Gyu begitu ia mendapati nama kontak yang muncul dalam layar ponsel Jae Hyun. Pria itu lantas terkekeh, "kau mencibirnya rewel, tapi kau merindukan celotehannya."

KRIINGG!!

Sayangnya, celotehan Min Gyu tak sempat didengar oleh Jae Hyun. Pria itu sudah terlebih dahulu bereaksi berlebihan ketika layar ponselnya menunjukkan bahwa ia mendapat panggilan masuk dari Ji Na. Tubuh Jae Hyun menegak. Kerutan khawatir dari kedua alis dan keningnya lantas memudar begitu nama itu muncul di layar ponselnya.

"Lihat, kan?" Jae Hyun bahkan menggebu-gebu saat menunjukkan bahwa prediksinya akan telephone Ji Na itu benar. Ia memperlihatkan layar ponselnya pada Min Gyu sejenak, sebelum akhirnya menjawab telephone Ji Na.

"Hm?" jawab Jae Hyun begitu sambungan telphonenya terhubung.

"Suaramu manis sekali kalau menjawab telphonenya, huh!" sindir Min Gyu halus, yang tak didengar oleh Jae Hyun.

"Jeff~" suara serak Ji Na terdengar dengan nada malas yang panjang. "Jam berapa ini? Kau sudah pulang?"

Jae Hyun mengernyitkan dahinya. Ia menjauhkan ponselnya sejenak dari telinga, memperhatikan jam yang telah menunjukkan waktu hampir pukul 12 malam.

"Kau sudah tidur?" tanya Jae Hyun balik.

"Hm'mm..." jawab Ji Na yang diikuti suara menguap yang sangat panjang. "Pulanglah setelah ini, eo?"

"Mm. Tidurlah," Jae Hyun bergerak meraih tasnya, memasukkan botol minum dan handuk kecilnya asal ke dalam tas.

"Okay~ Selamat malam~ Hati-hati di jalan, Jeffrey~"

Tanpa disadari, kedua sudut bibir Jae Hyun terangkat naik dengan begitu tipis.

"Tidurlah yang nyenyak," pesan Jae Hyun dengan suara sangat kecil.

SOUL.MATE = Don't Wanna Be Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang