Empat Puluh Lima (2/2)

226 12 0
                                    

Ji Na tak ingin ia pergi. Ia pun tak ingin meninggalkan Ji Na. 

Tapi, kesadaran Jae Hyun muncul begitu ia mendengar desahan halus Ji Na di sela-sela ciumannya. Tidak. Ia harus menghentikan ini dulu sebelum tak bisa mengendalikan diri. 

Jadi, Jae Hyun melepaskan ciumannya. Ia biarkan kedua bola mata Ji Na yang masih basah itu menatapnya nanar sambil mengatur napasnya. 

“Jeff,” panggil wanita itu di sela isaknya. 

Jae Hyun memejamkan kedua matanya erat-erat. 

“Apa, Ji Na?” tuntut Jae Hyun, meminta penjelasan atas ciuman yang wanita itu awali. Pria itu merendahkan kepalanya, menyandarkan keningnya di atas kening Ji Na. Hembusan napas tak teratur milik Ji Na yang menerpa wajahnya berhasil mengacaukan hati dan pikiran Jae Hyun. 

“Jangan pergi, Jeff,” Ji Na berujar serampangan. Di sela-sela napasnya yang tak beraturan, ia merengek ketakutan melarang Jae Hyun meninggalkannya. 

“Kenapa?” Jae Hyun membuka kelopak matanya, menatap Ji Na,  “Beri aku satu alasan kuat kenapa aku harus tinggal?”

Ayo, Ji Na, aku perlu mendengarnya meskipun aku sudah mengetahui maksudnya, batin Jae Hyun. 

Ji Na menggelengkan kepalanya kuat. Ia tak sanggup bicara. Jae Hyun tau itu.

“Katakan, Sayang,” namun, Jae Hyun memaksanya dengan usapan lembut di kedua pipi Ji Na.

“Jangan pergi. Aku... aku tak sanggup, Jeff. Kita baru bertemu dua hari,” air mata Ji Na rembes, membasahi pipi tembam wanita itu. 

“Kau tau apa yang aku butuhkan sekarang, hm?” ibu jari Jae Hyun bergerak, mengusap air mata Ji Na sebelum ia semakin deras membasahi wajah wanita yang dicintainya. “Satu keputusanmu, Ji Na. Aku butuh itu sekarang.”

Isak tangis Ji Na semakin kuat. Jae Hyun tau Ji Na butuh waktu. Untuk itu, ia memberikannya sambil mengusap pipi wanita itu dengan sabar. Ia melakukannya sambil memejamkan matanya, menunggu Ji Na menyampaikan keputusannya. 

“Jeff,” panggil Ji Na di sela isak tangisnya. 

Jae Hyun membuka matanya. Menatap Ji Na dalam. Namun, wanita itu tak juga menyampaikan apa-apa. 

“Cium aku lagi, Baby,” Jae Hyun memiringkan kepalanya, memposisikan diri. Inilah yang akan ia ambil. “Jika kau melakukannya, kau tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku tidak akan bisa berhenti kalau kau tidak pergi.”

“Jeff,”

“Cium aku atau pergi sekarang,” Jae Hyun menekan titahnya. “Aku tak punya banyak waktu, Sayang. Aku harus boarding.”

Jae Hyun merasakan, cengkraman tangan Ji Na pada pinggangnya menguat. Untuk itu, Jae Hyun memilih untuk semakin merapat. Memposisikan tubuh dan wajahnya agar wanita itu bisa lebih mudah menjangkau bibirnya. 

“Aku mencintaimu, Ji Na. Aku tak pernah seyakin ini.”

CUP.

Oh, ini dia yang Jae Hyun tunggu. Satu ciuman pasti yang Ji Na lakukan. Maka, begitu bibir mereka kembali bersatu, Jae Hyun segera mengambil tindakan lain. Pria itu melepas jaket jeansnya, menyisakan kaos polos hitam di tubuhnya. Lantas, kedua tangan kekarnya memboyong tubuh Ji Na menghampiri kasur. 

“Aku mencintaimu, Jeff,” Ji Na menyampaikannya. Akhirnya. Pernyataan itu tersampaikan di sela-sela lumatan intensnya dengan Jae Hyun. 

Jae Hyun jeda sejenak. Ia mendudukkan diri di atas ranjang empuknya dengan Ji Na yang berada di pangkuannya. Pria itu mengusap pipi Ji Na yang kini menampakkan semburat kemerahan yang cantik. 

SOUL.MATE = Don't Wanna Be Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang