Lima

135 16 0
                                    

Hwang Min Hyun menjadi sasaran pertama Ji Na untuk dibujuk. Pemilik kamar paling rapih dan bersih itu selalu menjadi kamar favorite Ji Na dibandingkan yang lainnya. Min Hyun mempertahankan kamarnya untuk selalu wangi dan bersih. Seprai yang menyelimuti tempat tidurnya bahkan berwarna putih bersih. Kakak laki-laki Ji Na yang satu ini memang sedikit maniak dalam hal kebersihan.

Sepertinya hal itu relate dengan pekerjaan Min Hyun. Pria itu berprofesi sebagai seorang dokter anestesiologi muda yang memiliki keterikatan dengan operasi. Ia telah bergabung dengan sebuah rumah sakit di Seoul selama tiga tahun. Kiprahnya di dunia pembedahan juga tidak bisa diragukan lagi.

Jika dibandingkan dengan Chan Sung, Min Hyun jauh lebih tenang dan pendiam. Emosinya tak pernah meledak-ledak seperti Chan Sung. Min Hyun selalu menjadi tempat yang Ji Na tuju setiap kali ia membutuhkan ketenangan.

"Oppa," panggil Ji Na sambil menyembulkan kepala di sela-sela pintu kamar Min Hyun yang ia buka.

Sosok yang dipanggil pun membalikkan tubuhnya. Min Hyun terlihat tengah berkutat dengan tumpukkan kertas hasil analisisnya dari beberapa pasien. Intinya, dia sibuk sekali.

"Hey," meskipun begitu, senyumnya mengembang manis di tengah-tengah wajah mengantuknya.

"Kau masih bekerja?" Ji Na melengang masuk bersama bantal yang masih ada dalam pelukannya.

"Hmm. Ada beberapa pasien baru yang butuh untuk segera diambil tindakan. Hasil analisis ini harus segera kudiskusikan dengan anestesiologi lainnya," senyum Min Hyun menurun begitu ia mendapati bantal yang ada dalam pelukan Ji Na. Pria itu telah paham setiap kali Ji Na menghampiri kakak-kakaknya sambil memeluk bantal, "ingin tidur di sini?"

Ji Na menganggukkan kepala lemas. "Tapi, Oppa sibuk sekali," gumamnya kecewa.

Min Hyun mengambil napas panjang, kemudian beranjak berdiri. "Kau tau pekerjaan sepertiku tidak bisa ditinggal begitu saja, kan? Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak sebelum mengetahui dengan jelas penyakit apa yang pasienku idap," tangan Min Hyun merengkuh pipi Ji Na dan mengusapnya lembut.

"Tapi aku sudah lama sekali tidak tidur di sini," Ji Na bergerak membuang bantalnya ke sembarang arah, berganti dengan memeluk Min Hyun erat-erat. Ah, belakangan ini Min Hyun lebih sering berada di rumah sakit. Ia hampir tak pernah pulang ke rumah karena banyak operasi yang harus ia dampingi. Ia rindu tidur sambil memeluk Min Hyun dan menghirup lekat-lekat wangi tubuhnya.

Min Hyun mengusap puncak kepala adiknya dengan lembut. "Sudah mengantuk sekali, ya?"

Ji Na menjawab dengan anggukkan. "Analisismu itu, tidak bisa kau tinggal dulu, ya, Oppa?" Ia berusaha untuk membujuknya lebih keras lagi.

Min Hyun terkekeh. "Tidak bisa. Keputusan seorang dokter harus cepat agar penanganan ke pasien juga lebih cepat." Min Hyun melonggarkan pelukannya untuk memandang wajah mengantuk adiknya. "Tidurlah dengan Chan Sung Hyung."

Ji Na menggeleng cepat. "Aku masih sebal dengan Chan Sung. Dia sudah mengadu pada Nenek tentang rencanaku ke Busan bersama Jae Hyun."

Min Hyun terkekeh. "Panggil dia Oppa. Dia akan marah kalau tau kau hanya menyebut namanya saja."

"Biarkan saja," Ji Na mengeratkan pelukannya lagi. "Kalau begitu, aku akan tidur di kamar Johnny."

"Kalau yang satu itu kau diizinkan untuk menyebut namanya saja," canda Min Hyun.

Ji Na terkekeh sembari melepaskan pelukannya. "Kalau begitu," satu ciuman mendarat di pipi Min Hyun, "selamat malam, Oppa."

"Eung. Tidurlah yang nyenyak, Sayang."

SOUL.MATE = Don't Wanna Be Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang