Enam Belas

208 16 2
                                    

Waktu sudah menginjak pukul 7 malam. Semburat-semburat oranye pun mulai tergores pada jubah kebesaran bernama langit. Matahari siap menarik selimutnya, beristirahat. Sementara, tugasnya sebentar lagi akan siap digantikan oleh bulan. Oh, malam ini bulan purnama, ngomong-ngomong. Jadi, cahayanya terang sekali menebus hingga ke balik dinding-dinding kafe yang terletak di perempatan jalan.

Malam ini kafe masih cukup ramai. Beberapa orang terlihat masih menghabiskan waktu di kursinya dengan kopi atau potongan kuenya masing-masing. Biasanya mereka mulai akan membubarkan diri ketika persis tengah malam, yaitu saat kafe tutup pada pukul 12 malam.

"Memang kakakku ke mana?" Ji Na menyambarkan pertanyaan pada seorang barista andalan di kafe milik Johnny itu. Menanyakan keabsenan Johnny dari kafe sejak sore tadi.

"Berburu," barista asal Jepang tersebut pun melontarkan jawaban andalannya untuk menjelaskan kegiatan Johnny dalam mencari bahan-bahan kebutuhan kafe. "Belakangan ini ada masalah dengan pemilik pabrik kemasan yang bekerja sama dengan kita. Johnny Hyung sempat marah dan berniat memutuskan kerja sama itu. Makanya, ia sibuk berkeliling untuk mencari penggantinya," namanya Yuta, tertera pada name tag yang terpasang di apronnya.

"Ohh," Ji Na ber-O ria, bersamaan dengan Jae Hyun yang keluar dari arah dapur dan bergabung dengan mereka. "Jadi, Oniisan. Itu ada beberapa cokelat yang kusimpan di kulkas. Nanti pakai saja untuk membuat kue, yah?"

"Sudah kusimpan ke tempat biasa," Jae Hyun menimpali begitu ia tiba di sisi Ji Na.

"Tempat biasa?" Ji Na membeo sambil menyernyitkan dahinya pada Jae Hyun.

"Oooh~ oke, oke," Yuta menjawab, seolah obrolan seperti ini sudah biasa ia dengar. "Memang ada berapa cokelat yang kau terima tahun ini, eo?" tanya Yuta sambil mengacak-acak puncak kepala Ji Na.

"P-pokoknya banyak sekali," Ji Na menjawab asal sambil mengernyitkan dahinya.

"Yah, tahun-tahun sebelumnya juga kau selalu dapat banyak," Yuta menambahkan cubitan di pipi Ji Na, "tapi, tak apa-apa. Setidaknya mengurangi sedikit kebutuhan persediaan cokelat di kafe. Sebaiknya kuperiksa dulu."

Dengan begitu Yuta berlalu, meninggalkan Ji Na dengan kernyitan semakin dalam di keningnya.

"Apa maksudnya?" Ji Na menodong Jae Hyun dengan tatapan tajam dan bibir mengerucut sebal. Ia tiba-tiba ingat ucapan Jin Young mengenai cokelat dan hadiah-hadiah lainnya yang selalu memenuhi loker teaternya setiap tahun, tetapi menghilang tanpa jejak dalam sekejap.

"Bukan apa-apa," Jae Hyun melengos. Ia bergerak menghampiri mesin kopi, berniat membuat kopi untuk dirinya sendiri seperti biasanya.

Yah, sebenarnya sejak Jin Young bercerita mengenai hilangnya cokelat-cokelat dan hadiah-hadiah Ji Na dari lokernya itu, dugaannya sudah mengarah pada Jae Hyun sebagai pelakunya. Jadi, wanita itu bergerak mendekat sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Kau pelakunya, ya?" kedua matanya memicing, menuduh Jae Hyun secara langsung.

Sementara sang pelaku memilih acuh. Ia justru sibuk menuang air ke dalam gelas berisi esnya.

"Ya! Jung Jae Hyun, aku sedang bertanya padamu!" Ji Na menyentakkan kakinya kesal.

"Apa sih?" Jae Hyun merespon dengan nada malas. "Pelaku atas apa, hah?" merespon sekenanya, lantas kembali berkutat dengan es kopinya.

Baru akan menuangkan cangkir berisi esspreso ke dalam air esnya, gerakan Jae Hyun terhenti karena Ji Na tau-tau menyelinap ke hadapannya, membuat ruang gerak di antara mereka berdua begitu terbatas lantaran jarak yang cukup dekat telah Ji Na pangkas tanpa ia sadari. Dan, Jae Hyun membeku di tempat.

SOUL.MATE = Don't Wanna Be Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang