/// 10 ///

812 150 3
                                        

Harap Yang Mengecewakan



~°•°~


"Na, bunda....."

Suara keibuan dari wanita paruh baya yang baru memasuki sebuah kamar terhenti, netranya memandang penuh tanya pada seorang remaja asing yang tengah bersandar di kepala ranjang milik sang putra.

"Loh, bunda udah pulang?" Nakarsa, remaja yang dicari akhirnya datang dari arah belakang. Memandang bertanya pada sang bunda dengan tangan membawa sebuah nampan berisi minuman dan beberapa camilan.

Sang bunda mengangguk, lalu netranya kembali bergulir kearah kamar Nakarsa. Seolah tengah melempar pertanyaan lewat tatapan, tentang siapa remaja yang sudah memperbaiki posisinya menjadi berdiri di samping ranjang. Terlihat sangat canggung.

Nakarsa yang mengerti langsung menyahuti. "Ah, itu Rencaka bun." Ujarnya dengan senyuman. Lalu berjalan mendahului sang bunda, meletakkan nampan yang ia bawa di nakas samping tempat tidur.

"Dia sahabat yang pernah Naka ceritain ke bunda. Oh, sama Jendarkala juga. Dia kayaknya lagi ada di kamar mandi." Pungkasnya panjang lebar, tentu setelah mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.

Arumi yang sebelumnya sudah memasuki area kamar langsung berjalan mendekat. Tersenyum simpul kearah Rencaka yang melemparkan senyuman canggung kearahnya.

"Wah, beruntung banget bunda bisa ketemu sama sahabat kamu. Ganteng lagi anaknya."

Rencaka sudah akan membalas ucapan wanita paruh baya di depannya saat suara pintu yang di buka terdengar menginterupsi.

Jendarkala muncul dengan pandangan bertanya kearah kedua sahabatnya, terutama pada seorang wanita paruh baya asing diantara keduanya.

"Wah, ternyata Jendarkala juga nggak kalah ganteng ya dari Rencaka." Arumi sekali lagi berujar antusias.

Sedangkan Nakarsa yang mendengar itu hanya bisa terkekeh kecil. "Bunda, udah ih. Kasihan tuh Rencaka sama Jendarkala nya jadi bingung."

Yang di tegur hanya bisa terkikik geli. "Iya iya maaf. Tapi bunda nggak bohong waktu bilang mereka ganteng. Bahkan anak bunda yang satu ini aja kalah gantengnya sama mereka."

Nakarsa yang mendengar itu langsung memasang wajah cemberut, membuat suara tawa Arumi semakin terdengar jelas di ruangan berpenghuni empat orang itu.

"Oh iya, bunda kok tumben jam segini udah pulang?" Nakarsa dengan cepat mengganti topik, penasaran juga kenapa sang bunda sudah berada di rumah padahal jam baru menunjukkan pukul setengah lima sore. Karena biasanya, Arumi baru akan pulang jika jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, atau kalaupun weekend sang bunda baru akan pulang pukul tujuh malam.

Tak berapa lama, wajah yang semula menunjukkan senyuman hangat langsung berubah drastis. Digantikan ekspresi wajah yang sarat akan penyesalan dan rasa bersalah.

"Maaf ya sayang, sebenarnya bunda pulang cuma sebentar. Cuma mau nganterin makanan buat kamu sama mau bilang kalo malam ini sampai dua hari kedepan tuan sama nyonya minta bunda buat nginep. Soalnya mereka ada urusan bisnis ke luar negeri. Dan seperti biasa, bunda diminta buat jagain Den Akmal sama Non Abinara. Kamu nggak papa kan?"

Yang ditanya langsung tersenyum manis, tanda bahwa itu bukanlah masalah besar. Apalagi ini bukanlah pertama kalinya terjadi, sebab sang bunda memang kerap kali diminta menginap untuk alasan yang sama. Padahal jika Nakarsa boleh jujur, pekerja di rumah besar itu bukan hanya bundanya saja. Ada begitu banyak pekerja serta penjaga lain yang dipekerjakan, tapi hanya bundanya yang diminta menginap jika kedua majikannya berniat pergi ke luar negeri. Entah apa alasan pastinya, mungkin ini juga soal kepercayaan. "Iya, bunda. Naka nggak papa kok. Jadi bunda tenang aja."

Titik Simpang { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang