Mulai Pupus
~°•°~
Keesokan paginya, jalan-jalan raya terlihat begitu padat dengan setiap kendaraan yang berusaha saling mendahului. Tak menghiraukan suara umpatan juga klakson nyaring yang terdengar bersahutan sebab kecerobohan pengendara lain.
Sedangkan Rencaka sendiri terlihat tak peduli dengan itu, remaja itu hanya duduk diam dengan pandangan menatap lurus keluar jendela. Seperti biasa. Dengan mood hancur sebab keotoriteran dari sang ayah yang lagi-lagi memaksakan kehendak kepadanya, untuk menghadiri rapat besar yang diadakan mendadak di ruang rapat kantor pusat.
Padahal, hari ini Rencaka rencananya akan kembali bersekolah dan menemui kedua sahabatnya, menyelesaikan kesalahpahaman yang ada hingga habis tak bersisa. Tapi lagi-lagi planningnya terpaksa harus kembali tertunda, yang mungkin saja akan semakin memperumit keadaan yang ada nantinya.
Tapi tak berapa lama kemudian, seolah Tuhan memberikan jalan. Rencaka bisa melihat sosok Nakarsa yang terduduk dikursi sebuah halte didepan sana, terlihat sibuk dengan ponsel dalam genggamannya. Membuat Rencaka langsung berseru cepat meminta Haikal menepikan mobilnya, lalu turun dan berjalan mantap ke arah Nakarsa berada.
Sedangkan Nakarsa yang menyadari kehadiran sosok lain dari samping kanannya langsung saja menoleh, sempat terkejut selama beberapa saat sebelum menegakkan tubuhnya dan bergegas pergi.
Rencaka yang tak mengerti situasi jelas tak tinggal diam, remaja itu langsung menahan lengan Nakarsa dan terpaksa menariknya sedikit menjauhi halte pemberhentian. Bermaksud agar pembicaraan mereka tak mengganggu orang-orang yang kebetulan juga sedang menunggu kedatangan bus disana.
"Lo apa-apaan sih?!!"
Rencaka sempat tertegun, terlihat tak percaya dengan nada tinggi yang tak pernah sekalipun Nakarsa lontarkan kepadanya. Juga tepisan kasar yang langsung membuat cekalannya terlepas begitu saja.
Karena yang remaja itu tau, Nakarsa masihlah sempat mengutas senyum saat akan pergi dari rumahnya tiga hari yang lalu. Dan itu artinya, tidak ada masalah serius selain kekecewaan yang Jendarkala tunjukkan secara terang-terangan kepadanya. Lalu, apa yang telah terjadi dan belum ia ketahui dalam kurun waktu tiga hari terakhir ini hingga mampu membuat Nakarsa bersikap sedemikian kasarnya?
"Na...."
"Apa Ren? Lo mau ngomong apa lagi? Lo mau jelasin apa lagi soal penghianatan yang selama ini lo lakuin diam-diam dibelakang gue?" Potongnya cepat, dengan nada tinggi seolah menegaskan seberapa besar emosinya kini. "Lo tau Ren, setelah pengusiran lo beberapa hari yang lalu, gue bahkan masih berusaha buat jadi orang yang selalu ada dipihak lo. Gue masih berusaha keras buat percaya bahkan disaat Jendarkala udah salah paham dan ngerasa kecewa. Tapi apa? Apa yang udah lo lakuin dibelakang gue? Lo bahkan nggak pantes buat dapat kepercayaan dari siapapun, termasuk dari gue sekalipun."
Dan bersamaan dengan berakhirnya kalimat itu, sebuah mobil terlihat berhenti tak jauh dari keduanya. Membuat Nakarsa yang menyadari bahwa itu adalah mobil Jendarkala langsung saja bergegas pergi dan masuk kedalamnya. Meninggalkan Rencaka sendiri dengan perasaan campur aduk, berusaha mencerna situasi yang seolah berbalik tanpa pemberitahuan berarti.
'penghianatan ya?'
Maka dengan begitu, remaja dengan setelan jas rapi itu juga langsung berbalik dan masuk kedalam mobilnya. "Kita ke cafe biasanya." Tukasnya lugas tanpa ingin dibantah.
Dan ya, tujuannya langsung ia alihkan dengan tangan bergerak mencari kontak seseorang. Menunggu sambungannya terhubung dengan menghiraukan kemungkinan terbesar jika ayahnya sampai tau ia tak berakhir tepat waktu di ruang rapat seperti keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Simpang { END }
FanfictionJika fajar selalu identik dengan si kuat Jendarkala, maka kehangatan senja tak pernah terlepas dari dekap erat Rencaka. Tapi bukankah fajar dan senja tak akan nampak indah tanpa jingganya? Maka begitulah alam bekerja, menghadirkan sosok Nakarsa untu...