Gagal Memperbaiki?
~°•°~
Jendarkala pikir, setelah memutuskan untuk langsung pulang dan mengirimkan pesan kepada Nakarsa bahwa malam ini ia tak bisa pulang ke apartemen, dirinya bisa langsung mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang terasa begitu melelahkan. Membuang setiap kemelut beban yang seolah memberatkan kedua pundaknya, pun mengusir kecamuk pikiran untuk setidaknya siap menghadapi teka-teki esok hari.
Tapi seolah kenyataan yang Tuhan miliki berkedudukan lebih tinggi dari rencana umatnya, keinginan Jendarkala pada akhirnya tidak benar-benar bisa terjadi. Bahkan saat tubuh yang biasanya terlihat begitu kokoh dan tegap itu telah terbaring manis di atas tempat tidur, matanya juga tak kunjung bisa terpejam dengan pikiran yang masih sibuk melayang. Memikirkan setiap untaian kata Rencaka beberapa saat yang lalu, sederet kalimat yang dalam sekejap mampu menyeretnya pada titik kemelut emosi tanpa kenal toleransi.
Padahal, tujuannya pergi ke minimarket dua puluh empat jam tadinya hanyalah untuk membeli beberapa minuman juga camilan. Guna menemaninya membicarakan kesalahpahaman yang terjadi diantara keduanya juga Rencaka. Tapi kedatangan Rencaka yang tiba-tiba seolah merusak semua rencananya, bahkan menimbulkan masalah baru yang menganga diantara keduanya.
Jendarkala ingat, jika saja Rencaka tak menyeret nama ayahnya kedalam permasalahan mereka, maka dengan senang hati dirinya akan membantu meluruskan kesalahpahaman yang ada. Tapi tidak, Rencaka tanpa pikir panjang justru mengambil jalur itu. Jalan yang sudah jelas-jelas tidak akan pernah bisa ia terima, apapun alasannya. Apalagi sumber dari semua itu tak lain adalah Akmal, sosok yang sejak awal masuk ke dalam daftar hitam untuk bisa dipercayai kembali.
Lalu semuanya berlanjut, pada kejadian beberapa jam lalu yang sedikit banyak turut andil atas kemelut emosinya pada Rencaka. Bagaimana dirinya yang seolah melihat siluet sang bunda pada sebuah taksi yang baru saja keluar dari pelataran mensionnya, bertepatan ketika mobil yang ia tumpangi memasuki area luas itu. Belum lagi fakta bahwa bundanya memang tak ada di cafe saat dirinya mengantarkan Nakarsa beberapa saat sebelumnya, seolah menegaskan bahwa itu memanglah Arumi, ibundanya.
Tapi serentetan pertanyaan yang tak menemui jawaban, tentang apa tujuan kedatangan bundanya, pun juga ada hubungan apa antara bundanya dengan sang ayah seolah memupuskan praduganya. Semuanya terasa tak masuk akal, dan mungkin dirinya hanya sebatas salah dalam melihat. Meski Jendarkala sendiri tak menampik, dirinya kacau hanya karena memikirkan hal-hal semacam itu. Bahkan rencananya mengajak Nakarsa berbincang salah satunya bertujuan untuk menanyakan hal itu, juga.
Apalagi siapapun pasti tau, kediamannya bukanlah tempat yang bisa dengan mudah di datangi oleh sembarang orang. Ada begitu banyak bahaya yang mengintai, meski penjagaannya terbilang cukup aman untuk beberapa orang seperti dirinya dan sang ayah. Iya, orang-orang yang berkedudukan tinggi di 'teritorialnya'.
Maka berbekal fakta itu pula Jendarkala sedikitnya paham, bahwa Arumi bukanlah sembarang orang itu 'jika' berhasil menapakkan kaki dengan mudahnya di mension milik keluarganya. Iya, jika. Karena Jendarkala sendiri sedikit tak percaya dengan gagasan sang bunda yang mengenal ayahnya.
Dan dengan pemikiran-pemikiran yang belum selesai itu, Jendarkala kontan memilih bangkit. Melirik sekilas kearah jam digital di atas nakas, sebelum berlalu kearah balkon kamar di jam tiga dini hari. Berharap bahwa semilir angin bisa sedikit mengurangi sesak didalam dadanya, pun menemaninya menghabiskan waktu hingga fajar bergerak menampakkan diri nantinya.
Sedangkan disisi lain, hal yang sama juga tengah terjadi pada Nakarsa. Remaja itu juga langsung bergerak memasuki kamar sesaat setelah pesan Jendarkala ia terima.

KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Simpang { END }
FanfictionJika fajar selalu identik dengan si kuat Jendarkala, maka kehangatan senja tak pernah terlepas dari dekap erat Rencaka. Tapi bukankah fajar dan senja tak akan nampak indah tanpa jingganya? Maka begitulah alam bekerja, menghadirkan sosok Nakarsa untu...