/// 27 ///

477 117 5
                                    

Serangan Bertubi


~°•°~



Seorang remaja yang sedari tadi mengawasi dua remaja lain didalam sebuah cafe terdiam, lalu mengarahkan bidakan kameranya tanpa pikir panjang.

Tangannya sedikit bermain diatas layar ponsel, lalu beralih pada salah satu aplikasi pesan.

'Gue setuju. Dan gue yang akan kirim foto ini ke Jendarkala. Lalu kita lihat, gimana reaksi dia setelahnya.'

Kemudian jemarinya menekan tombol send, sebelum melanjutkan runtutan rencananya dalam diam.


∆•∆•∆•∆



Sesampainya di parkiran sekolah, kedua remaja sebaya itu masih sama-sama terdiam. Dengan Jendarkala yang tak paham dengan apa yang melandasi keributan kedua sahabatnya pagi ini, pun dengan Nakarsa yang terlihat begitu gusar dalam keterdiamannya.

"Lo ada masalah apa sama Rencaka?"

Nakarsa yang sedari tadi hanya memejamkan mata dengan bersandar pada sandaran kursi akhirnya menggerakkan kelopak mata indahnya, melirik sekilas sosok Jendarkala yang terlihat tenang dalam diamnya.

"Kesalahpahaman, mungkin?" Cicitnya tak yakin, berharap jika ucapannya barusan memanglah kenyataannya.

Sedangkan Jendarkala sendiri tak bodoh dengan itu. Dia memang belum tahu pusat permasalahannya, tapi dia paham ada masalah besar yang kini juga terjadi diantara Rencaka juga Nakarsa. Entah apa.

Dan meskipun didalam dirinya masih ada sedikit rasa kecewa pada Rencaka sebab pengusirannya tempo hari, tapi ia juga tak menginginkan jika kedua sahabatnya harus terlibat pertengkaran besar. Apalagi jika harus berakhir dengan hancurnya persahabatan diantara mereka.

Sedangkan bertepatan saat Jendarkala yang akan kembali bersuara, Nakarsa sudah lebih dulu berseru ingin pergi ke toilet. Lalu beranjak keluar dari mobil dan bergegas pergi meninggalkan area parkir. Sebut saja upaya cepat untuk menghindari serentetan pertanyaan dari Jendarkala. Karena sejujurnya, dia belum siap untuk itu.

Lalu selepas kepergian Nakarsa, Jendarkala hanya langsung meraih tas ranselnya dari arah kursi belakang. Bergegas membuka pintu samping kemudi sebelum terhenti sebab getaran handphone didalam saku seragamnya.

Kombinasi nomor tak dikenal menjadi pengirim, dengan sebuah foto yang langsung mencuri seluruh atensinya.

'Untuk apa mereka bertemu?' Ujarnya dalam hati.

Jendarkala sontak berdecih, semakin tak paham dengan sosok sahabatnya, Rencaka. Yang katanya tak bisa menemui keduanya, tapi bisa menemui orang lain yang jelas-jelas pernah ada masalah dengan mereka.

Dan seolah ingin menghempaskan pemikiran itu dengan tegas, Jendarkala langsung bergegas keluar. Berjalan teratur menyusuri koridor sekolah menuju kelasnya. Berusaha mengontrol setiap kecamuk yang memporak-porandakan pikirannya.

Hingga tak jauh dari tempatnya semula, ia mulai menyadari beberapa hal. Salah satunya adalah sorot mata penuh atensi yang dilontarkan seluruh warga sekolah kepadanya. Pun bagaimana saat Jendarkala juga menyadari gerakan menghindar dari mereka seolah memberi batasan pada sesuatu yang berbahaya. Sama persis seperti waktu dulu, sebelum kehadiran Rencaka yang mengubah segalanya.

Karena setelah kejadian Rencaka yang menunjukkan seberapa besar pengaruh yang bisa ia berikan, kehidupan dan cara pandang orang-orang padanya juga Nakarsa seolah berubah. Mereka tak lagi memandang rendah, justru memandang keduanya sebagai sosok yang beruntung karena memiliki sahabat selayaknya Rencaka. Begitupun sebaliknya. Tak jarang mereka juga menunjukkan apresiasi pada persahabatan ketiganya yang terlihat saling melengkapi.

Titik Simpang { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang