14

3.3K 500 11
                                    

"Dokter bilang, satu bayinya adalah laki-laki dan satu bayi lainnya adalah perempuan." Hinata duduk di sofa bersama ibu mertuanya dan beberapa wanita Uzumaki lainnya.

Sore ini dirinya di undang untuk minum teh di kediaman Ibu Naruto.

"Ah, jadi aku akan memiliki satu paket cucu dengan jenis kelamin berbeda?" Kushina berujar heboh sambil mengusap air matanya. Entahlah dia merasa terharu tiap kali membicarakan soal cucu.

"Aku akan segera menyiapkan hadiah persalinan." Ujar Karin sebelum menyesap tehnya.

Hinata hanya tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah sangat membesar, usia kandungan tujuh bulan dengan dua bayi sekaligus dalam perutnya, membuatnya sangat kepayahan.

"Kapan Naruto akan kembali?" Kushina merasa kesal pada putranya itu karena malah pergi perjalanan bisnis sedangkan istrinya sedang hamil besar.

"Malam ini dia akan kembali." Jawab Hinata, suaminya itu pergi ke Beijing untuk mengurus dokumen. Pria itu bilang butuh bertemu dengan Neji dan mengurus sesuatu.

"Ah, syukurlah. Setelah ini jangan biarkan dia pergi keluar kota atau keluar negeri. Ibu khawatir bayinya lahir lebih cepat." Kushina memang sempat khawatir karena melihat kandungan Hinata sebesar ini, meski baru berusia tujuh bulan, meski itu sudah jelas karena bayinya kembar.

"Tenang saja Bu, bayinya akan tetap lahir saat usianya sembilan bulan karena Dokter bilang semuanya normal." Hinata merasa percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja, mengingat dirinya sangat menjaga kondisi kesehatannya selama kehamilan.

"Hanya untuk berjaga-jaga, Naruto harus ada di Jepang." Kushina tidak mau kalau Naruto jadi suami yang acuh pada istrinya, dia sebentar lagi akan jadi ayah. Sikap egoisnya harus segera dienyahkan.

Hinata mengangguk, dia juga ingin suaminya ada di Jepang untuk menemaninya, tapi dia tak bisa menahan pria itu pergi bekerja.

...

"Pembangunannya akan segera dimulai, maka kau harus memberikan tanda tangan!" Naruto merasa geram, setelah mediasi yang dilakukan Kakashi dan perusahaannya, Neji tak juga mau membubuhkan tanda tangannya di atas surat persetujuan. Jadi dirinya di sini untuk meminta langsung sekaligus memperingati, project ini bukan hal main-main.

"Aku terkejut kau sampai datang kemari." Neji duduk di kursi kerjanya sambil menatap adik iparnya dengan sebelah alis terangkat. Dirinya memang menetap di Beijing setelah menikah, negara kelahiran istrinya dan mengurus bisnis keluarga istrinya yang juga mulai bekerja sama dengan Hyuuga sejak dia menikahi wanita China itu.

Kalau dipikir-pikir Neji dengan Hinata tak jauh berbeda karena menjalani pernikahan sekaligus bisnis keluarga. Tapi dalam kasus Neji, semuanya lebih natural karena Neji dan Tenten sudah lama menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih sebelum akhirnya menikah dan menggabungkan bisnis keluarga.

Naruto ingin sekali menendang meja kerja di hadapannya. "Ya, karena kau terus mempersulit perusahaanku mengurus izin pembangunannya."

Neji mendecih "sekarang kau tahu rasanya sesulit apa mengejar sebuah tanda tangan." Dia masih ingat saat dulu mengajukan proposal kerja sama, pria Uzumaki ini selalu jual mahal dan tak ingin menandatangani proposalnya dan sekarang keadaan berbalik.

"Brengsek." Naruto mengumpat, mungkin benar dulu dirinya begitu arogan di awal kerja sama ini terjalin dan sekarang keadaan berbalik membuatnya sangat muak.

Neji hanya tertawa ringan lalu membaca kembali surat persetujuan itu. Sebenarnya dia bisa saja menandatangani ini saat Kakashi mengiriminya surel atau saat perusahaan Uzumaki mengeluarkan surat permohonan, namun dia ingin Naruto yang meminta langsung dan ya akhirnya pria itu datang hari ini membuatnya sangat puas.

AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang