24

2.6K 431 62
                                    

Pagi itu pukul tujuh pagi, sudah enam jam sejak Hinata mengunci diri bersama Himawari di dalam kamar sebelah.

Naruto sebenarnya bisa saja mendobrak pintu itu atau membukanya dengan mudah karena dia punya kunci cadangannya, tapi dirinya tak melakukan itu semalam dan baru melakukannya di pagi hari, agar Hinata dapat menenangkan diri terlebih dahulu.

Sebab dia tahu jika saja semalam dia paksakan untuk bicara, mereka hanya akan bertengkar semakin parah.

Pria bersurai pirang itu melangkah masuk ke dalam ruangan yang lampunya di matikan, dia mendapati istrinya tertidur di atas ranjang sambil memeluk putrinya.

Helaan napas pelan keluar dari bibir Naruto, dia tidak tahu kenapa tapi firasatnya begitu buruk soal apa saja yang telah Hiashi katakan pada Hinata hingga membuat wanita itu sangat berhasrat untuk meninggalkannya semalam.

"Hinata." Dia membangunkan wanita itu dengan mengusap surai indigonya dengan lembut.

Wanita itu terkesiap lalu dengan terburu-buru bangkit duduk di tepi ranjang, dia menyelimuti tubuh mungil putri mereka yang masih terlelap dengan nyaman di atas ranjang itu.

...

"Aku ingin pergi ke mansion Ayahku." Hinata kini duduk di samping suaminya. Dia terkejut karena pria itu tiba-tiba saja sudah bisa masuk ke sini.

"Untuk apa hm?" Naruto mencoba menahan diri agar tidak begitu marah pada istrinya. Dia tidak ingin terlalu keras pada Hinata karena dirinya pasti akan lepas kendali lagi dan berakhir memaki wanita itu atau mengatakan hal yang mungkin akan membuat Hinata semakin kalut.

"Beri aku waktu untuk menenangkan diri." Hinata kini mencoba menekan perasaannya. Dia rasa bertengkar seperti ini juga tak ada gunanya.

"Apa yang membuatmu sangat tertekan dan tak mempercayai aku lagi?" Naruto rasa sejak anak-anak lahir, Hinata sudah sepenuhnya percaya padanya, lalu kenapa wanita itu meragu lagi sekarang?

"Aku lelah mendengar bahwa kau terus mengajukan perjanjian antara bisnismu dan juga pernikahan kita. Kau mengatakan pada ayahku bahwa kau akan menceraikan aku jika saja perusahaan Ayah terbukti tidak menggelapkan dana, bukan begitu?" Hinata kini bicara, terus diam seperti semalam hanya akan membuat semuanya semakin abu-abu.

"Karena aku tahu ada penyelewengan dana maka aku berani mengajukan perjanjian seperti itu. Aku tidak benar-benar ingin berpisah." Naruto mencoba menjelaskan.

"Apa kau sangat membenci ayahku hingga mempertaruhkan segala hal untuk menjatuhkannya? Kau bahkan mempertaruhkan pernikahan kita untuk itu." Sejujurnya Hinata kecewa pada perjanjian yang Naruto ucapkan pada ayahnya. Bukankah terlalu mudah bagi pria itu mengatakan soal perceraian? Dan parahnya hal itu dia gunakan untuk menghancurkan ayahnya.

"Ini bukan soal aku membencinya tapi ini soal kerugiannya, karena yang digelapkan itu bukan uang milikku tapi uang milik investor maka aku harus melakukannya." Bukan membela diri tapi inilah kenyataannya. Dia harus menemukan kebenarannya atau mereka akan semakin merugi.

Hinata lalu membuang napas pelan dan menatap pria itu dengan rasa kecewa yang sangat-sangat besar. "Ternyata benar apa yang ayahku katakan, sejak awal kau hanya peduli pada perusahaanmu dan juga soal uang sampai mempertaruhkan aku dan anak-anak."

"Hinata, bukan seperti itu." Naruto menahan lengan istrinya. "Kau dan anak-anak jauh lebih penting dari apapun. Aku salah karena begitu mudah mengajukan perjanjian itu, aku minta maaf."

"Kami begitu penting bagimu atau kau hanya menginginkan kami sebagai alat agar kau bisa menghancurkan ayahku dan mempertahankan bisnismu?" Hinata kini menatap Naruto, menunggu kejujuran keluar dari bibir pria itu.

AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang