Suara celoteh balita-balita itu terdengar nyaring di kamar, tepatnya di atas ranjang besar di tengah ruangan.
"Apa yang Bolt inginkan sekarang?" Naruto duduk bersandar di kepala ranjang. Lengan kirinya mengapit Bolt dan lengan kanan mengapit Hima.
Bayi laki-laki itu berceloteh seolah mengerti dan menanggapi ucapan ayahnya sambil menunjuk mangkuk buah yang ada di atas nakas.
"Baiklah, Ayah mengerti. Sekarang apa yang Hima inginkan?" Naruto kini menatap anak perempuannya sambil masih mendekap kedua anaknya di sisi lengan yang berbeda.
Hima juga berceloteh namun dengan nada yang lebih manja sambil menenggelamkan wajah di pundak ayahnya.
"Baiklah, Hima jangan menangis lagi oke?" Dia mengecup kepala balita perempuannya lalu mendudukan anak-anak bersisian di hadapannya.
Keduanya baru saja bertengkar karena semangkuk buah yang ada di atas nakas. Mereka saling mendorong karena merasa berhak atas semangkuk alpukat itu. Jadi di sini Naruto sedang menengahi keributan.
"Kalian harus duduk dengan tenang, Ayah akan berikan buahnya dengan adil." Naruto telah mendudukan anak-anaknya dengan tegak di atas ranjang lalu menatap mata biru mereka satu persatu.
Lalu dia mengambil mangkuk buah di atas nakas dan memberikan potongan buah alpukat yang sama besar bagi anak-anaknya.
"Tidak boleh bertengkar apalagi memperebutkan sesuatu." Naruto tengah mendisiplinkan balita-balita itu. Sebelum mereka saling dorong dan menjabak surai satu sama lain lagi sambil berguling di atas ranjang sampai salah satunya menangis.
Mungkin memang seperti ini lah bayi kembar, mereka bisa bertengkar dengan ganas lalu berubah jadi saling menyayangi hanya dalam selang satu menit setelahnya. Maka Naruto tidak pernah benar-benar khawatir, tapi jika salah satunya sudah menangis, ini harus segera ditengahi.
Diam-diam Hinata mengamati dari sudut kamar. Melihat Naruto begitu dekat dengan anak-anak, rasanya tidak mungkin kalau ini hanyalah sandiwara atau pria itu hanya benar-benar lihai melakukannya?
...
Naruto memeluk pinggang istrinya yang tertidur memunggunginya malam ini. "sayang, apa aku melakukan kesalahan?" Wanita itu tak banyak bicara malam ini dan bahkan mengabaikannya. Awalnya dia pikir itu hanya perasaannya saja namun saat wanita itu memunggunginya, dia tahu ada sesuatu karena di hari-hari biasa Hinata selalu tidur memeluknya.
"Tidak." Hinata memejamkan mata, rasanya dia tidak ingin bicara dengan pria itu sekarang.
"Kenapa memunggungiku?" Dia lalu mengusap pinggang wanita itu dengan lembut sambil mencoba bicara.
Hinata hanya menggeleng untuk menanggapi.
"Sedang datang bulan ya?" Naruto bertanya lagi, biasanya Hinata akan cukup pendiam saat datang bulan, mungkin karena suasana hatinya sedang tidak begitu bagus.
Hinata melepaskan pelukan pria itu di pinggangnya dengan masih memunggungi. "Aku ingin beristirahat." Ujar Hinata untuk mengakhiri.
"Baiklah." Naruto mengecup pundak terbuka wanita itu dengan lembut. "Semoga besok suasna hatimu jauh lebih baik." Dia merapatkan pelukannya pada sang istri tak peduli pada penolakan yang diberikan oleh wanita itu barusan.
Entah apa yang telah Hiashi kataka pada istrinya tadi pagi hingga wanita itu kini berubah dingin. Naruto harap bukan suatu hal yang fatal.
...
"Bagaimana perkembangan kasus itu?" Naruto kini buka suara dan bertanya pada pengacaranya.
"Kudengar Hiashi tadi pagi datang ke kantor polisi untuk menemui Danzo. Persidangan pertama mungkin akan segera digelar." Pria paruh baya itu menyesap kopinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement
FanfictionTiga tahun mungkin bukan waktu yang sangat lama, tapi mampu menjungkirbalikan kehidupan sepasang manusia yang tak saling mencintai tersebut.