17

3.3K 486 33
                                    

Naruto melangkah keluar dari mobil yang berhenti tepat di bawah kanopi kediamannya. Sejak anak-anaknya lahir beberapa waktu lalu, dia selalu mengusahakan diri untuk pulang bekerja tepat waktu, meski Kakashi jadi sering kali mencibirnya di kantor karena dianggap tidak memiliki loyalitas.

Hey, padahal pulang bekerja tepat waktu juga adalah sebuah loyalitas tapi loyalitas itu ditujukan untuk istrinya karena dia harus menemani wanita itu mengurus bayi di rumah.

Naruto mengerutkan kening saat melihat mobil hitam mewah yang dia hapal betul adalah milik ayah Hinata terparkir juga di bawah kanopi. "Ada tamu?" Tanyanya pada seorang pelayan yang ada di dekat pintu.

"Ya, Tuan." Pelayan itu membungkuk seraya mengiyakan pertanyaan tersebut.

Naruto menghela napas setelah itu dan melangkah masuk ke dalam rumah. Benar saja, di ruang tengah dia mendapati ayah mertuanya sekaligus Neji ada di sana sedang bicara dengan Hinata.

"Naruto, kau sudah pulang?" Hinata bangkit berdiri dari sofa menghampiri suaminya.

Naruto memaksakan senyum tipis untuk menanggapi sambutan istrinya.

"Ayah dan Neji-nii ingin menemui Bolt dan Hima, maaf lupa memberitahu." Ujar Hinata pada suaminya.

"Tidak apa-apa." Naruto merangkul pinggang istrinya sambil menatap Boruto yang kini ada dalam dekapan wanita itu, sedangkan Himawari tengah berada di pangkuan ayah Hinata.

"Duduklah sebentar, ku rasa Ayah ingin bicara denganmu." Hinata menarik lengan suaminya untuk ikut bergabung di sofa besar ruang tengah. Dia rasa, ini waktu yang tepat untuk ayahnya dan Naruto meluruhkan hubungan mereka yang menjadi begitu kaku setelah kejadian di pembukaan resto waktu itu.

Sesungguhnya Naruto sedang enggan menerima tamu, apalagi ayah mertuanya dan Neji karena terakhir dia bertemu dengan Ayah mertuanya, dia mendapatkan tamparan keras di wajah dan terakhir kali dia bertemu dengan Neji, dia mendapatkan suatu penghinaan, maka berbasa-basi dengan mereka bukanlah hal yang dia inginkan saat ini.

"Kau pulang bekerja cukup cepat." Hiashi membuka obrolan dengan basa-basi. Tak ingin nampak bertengkar di depan putrinya.

"Begitulah." Naruto lalu mengambil alih tubuh putranya yang ada  di pangkuan Hinata, dan mengceup pipi gembilnya.

"Anak-anak sudah minun susu?" Tanya Naruto pada istrinya dan menoleh.

"Belum." Hinata melirik jam dinding besar di sudut ruang tamu.

"Kurasa ini sudah waktunya, naiklah ke lantai dua." Naruto tak ingin berbasa-basi hari ini jadi dia bergegas meminta istrinya naik ke atas membawa Boruto dan memanggil pengasuh untuk membawa Himawari.

"Ehm." Neji berdehem pelan untuk menyegarkan tenggorokannya yang gatal mendengar ucapan Naruto barusan. "Ayah ingin menemui cucunya." Ayah bahkan belum sempat bertemu cucunya sejak mereka dilahirkan karena sibuk mengurus pekerjaan.

"Kurasa anak-anakku akan kelaparan sebentar lagi." Naruto tak peduli pada tatapan sinis dari Hiashi dan Neji lalu tatapan bingung dari istrinya.

"Naruto." Hinata merangkul lengan suaminya, menahan pria itu untuk tak memancing pertengkaran.

Hiashi lalu menghela napas pelan dan memberikan tubuh Himawari pada pengasuh yang sudah datang menghampirinya. "Hinata tak apa, naiklah ke atas susui bayi-bayimu."

"Tapi-.." Hinata ingin buka suara lagi, suasana di ruang tengah mendadak berubah dalam sekejap mata menjadi hening dan canggung.

Naruto melepaskan tangan istrinya yang melingkari lengannya. "Pergilah ke atas, Hima mulai merengek." Dia memerintah istrinya kali ini, dengan nada yang mutlak tak ingin dibantah.

AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang