33

3.3K 445 26
                                    

"Mau pergi ke mana?" Hinata bersedekap di depan ruang closet pakaian.

Naruto terkejut setengah mati saat mendengar suara istrinya padahal dia telah turun dari ranjang dengan mengendap dan tanpa suara, lagipula dia yakin benar istrinya sudah tidur saat dia tinggalkan di atas ranjang tadi.

"Ini jam satu malam." Hinata menatap curiga pada suaminya, untuk apa pria itu bersiap-siap, mengambil kunci mobil dan mengenakan jaket. Dirinya belum tidur saat pria itu membaca pesan di ponselnya lalu turun secara mengendap dari ranjang seolah tak ingin membangunkannya.

Naruto tidak bersiap untuk tanya-jawab dadakan seperti ini dan yang pasti dia tidak ingin memberitahu alasan sesungguhnya mengapa dia hendak pergi keluar rumah. "Ehm, itu.."

"Itu apa?" Hinata masih menunggu jawaban suaminya dengan kening menyerenyit. Gelagat pria itu makin membuat dia patut dicurigai.

Naruto memandang ke arah lain sambil memikirkan jawaban yang tepat untuk dilontarkan. "Ah itu, Kakashi mabuk di Club dan minta dijemput sekarang, benar-benar merepotkan." Dia melontarkan alasan pertama yang muncul dalam benaknya.

"Club?" Hinata mengangkat alis. "Kau mau ke Club?" Dia tidak suka itu, tidak mau suaminya pergi ke sana.

Naruto ingin menepuk keningnya sendiri dengan keras. Itu sepertinya ide buruk, Hinata mungkin akan berpikiran yang macam-macam. Tapi dia telah terlanjur melontarkanmya, tak ada jalan mundur. "Tidak, tidak ini tidak seperti yang kau pikirkan, aku hanya akan menjemput."

"Kau mau minum di Club?" Hinata kini bertanya langsung soal kecurigaanya, karena alasan awal pria itu sangat tidak masuk akal.

"Tidak Sayang, demi Tuhan aku hanya akan menjemput Kakashi." Naruto kini menghampiri istrinya untuk bicara serius dengan wanita itu, tak ingin ini jadi salah paham.

"Dia belum memiliki supir ya?" Hinata rasa kalau Naruto datang ke sana untuk menyupiri agak berlebihan. "Bagaimana kalau kita kirim supir untuk menjemputnya?"

"Tidak bisa, aku harus membawanya masuk hingga ke dalam apartment dan memastikannya pulang dengan selamat. Selain dia sendiri, hanya aku yang tahu sandi apartmentnya." Naruto mencoba mencari alasan lain. Memang benar apa kata orang, jika sudah mengucapkan satu kebohongan maka akan diikuti kebohongan-kebohongan lainnya.

Hinata menyipitkan mata, untuk mencari kebenaran ucapan pria itu.

"Ehm." Naruto kembali berdehem karena merasa gugup takut kebohongannya diketahui. "Kakashi adalah aset perusahaan yang paling berharga, jadi keselamatannya adalah prioritas." Dia menambahkan agar alasannya makin kuat.

"Baiklah." Setelah menimbang beberapa saat, Hinata memberikan ijin. Jika dia pikirkan kembali memang Kakashi adalah orang yang sangat penting, bahkan dia dengar dari Ibu Naruto bahwa dulu mendiang ayah Naruto sempat meminta Kakashi tinggal di kediaman utama Uzumaki. Jadi mereka memang sangat dekat, seperti keluarga.

Naruto justru terkejut mendapati approval secepat ini dari istrinya, dia pikir akan ada sesi tanya-jawab lainnya. "Benar, boleh pergi?"

Hinata mengangguk, lalu dia melangkah keluar dari ruang closet pakaian untuk kembali ke ranjang.

"Hey, benar tidak apa-apa?" Naruto kini mengekori istrinya.

"Em, jangan terlalu lama." Hinata benar-benar memberi ijin.

"Tidak marah kan?" Naruto lalu memeluk tubuh wanita itu dari belakang dan memastikan.

"Tidak, Naru." Hinata mengusap lembut lengan suaminya. "Masih ingat kan sumpahmu di dapur dulu, saat kita masak sup Zucchini bersama-sama?"

AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang