"Ayah, aku tidak ingin bercerai." Hinata bicara di telepon dengan ayahnya. Dia saat ini tengah berdiri di balkon kamarnya.
"Hinata, jangan membuat keputusan yang akan membuatmu menyesal." Hiashi berujar marah mendengarnya.
"Ayah, tapi aku mencintainya, aku tidak ingin pisah." Hinata bertumpu pada balkon, lagi-lagi seluruh tubuhnya terasa lemas.
"Kau sudah diperdaya olehnya hm?" Hiashi tidak percaya apa yang dikatakan putrinya. Mungkin Naruto sudah mengatakan hal yang tidak-tidak pada Hinata hingga membuat dia tak ingin bercerai.
"Ayah, dia bahkan sedang sakit." Hinata tidak mau ayahnya semakin membenci Naruto. "Aku ingin cabut gugatannya."
"Hinata!" Hiashi membentak putrinya dengan keras. Dia tidak pernah melakukan ini sebelumnya, Hinata adalah putrinya satu-satunya dan dia tidak ingin kehilangan putrinya apalagi membiarkan dia terus bersama dengan bajingan seperti Naruto selamanya.
"Kumohon izinkan aku memilih, ini juga demi anak-anak." Jika ayahnya tidak luluh karenanya, dia ingin ayah juga memikirkan nasib cucunya.
"Ayah akan mengurus mereka sampai kapanpun, kau jangan takut Hinata." Hiashi jelas tidak akan pernah menelantarkan cucu-cucunya.
"Tapi mereka butuh ayahnya." Hinata harus bagaimana lagi meyakinkan ayahnya?
"Hinata, jangan sampai Naruto memperalat anak-anakmu untuk bisa terus bersama demi keuntungannya. Kau harus pikirkan kedepannya, Ayah tidak mau kau menyesal." Hiashi rasa sesuatu telah terjadi di Tokyo.
"Ayah, demi Tuhan dia tidak akan melakukan hal seperti itu." Hinata percaya suaminya tidak begitu, pria itu sangat menyayangi anak-anaknya.
"Kau hanya tidak mengenalnya." Hiashi tak ingin menambah panjang perdebatan ini. "Hinata, jika kau cabut gugatan itu. Artinya kau lebih memilih dia daripada ayahmu sendiri, dan jika itu terjadi kau bukan putriku lagi, kau mengerti?"
Hinata tidak percaya ayah mengatakan hal seperti itu. "Ayah, kumohon.."
Hiashi menutup panggilannya, tak peduli apapun yang terjadi, mereka harus berpisah sebelum Naruto menginjak harga diri keluarganya lagi.
...
Naruto mengusap kepala anak-anaknya yang tengah duduk di atas ranjang pasien bersamanya. Mereka sedang sibuk dengan botol susu masing-masing. "Hinata memberi susunya?" Dia menoleh ke arah ibunya yang duduk di sofa di sudut ruangan.
"Ya, tiap pagi kepala pelayan rumahmu datang mengirim susu dan pakaian ke kediaman utama." Kushina senang ada cucu-cucunya di rumah. Mereka sangat menggemaskan dan juga lincah bukan main.
"Jadi Hinata tidak bertemu dengan anak-anak sejak kapan?" Naruto tidak tahu kalau anak-anak tidak tidur di rumah bersama Hinata.
"Mungkin seminggu terakhir." Ujar Kushina, dia lupa kapan tepatnya Bolt dan Hima terakhir bertemu dengan ibunya.
"Bu, akhir pekan ini biarkan Hinata tidur di kediaman utama bersama anak-anak." Ujar Naruto pada Ibunya. Dia selalu mengusir istrinya tiap akan menemaninya dan menginap di rumah sakit karena dia pikir wanita itu harus mengurus anak-anak di rumah tapi ternyata anak-anak ikut dengan Ibunya.
"Baiklah, Ibu akan titip pesan pada kepala pelayan." Sahut Kushina setelah itu.
"Hubungan Ibu dan Hinata baik-baik saja kan?" Naruto tak ingin ibunya yang merasa marah atau kesal pada istrinya.
"Baik-baik saja, hanya sedikit heran karena dia tidak mencoba menemui anak-anaknya di kediaman utama. Dia masih peduli kan?" Kushina kini merasa janggal pada Hinata yang manut-manut saja saat diminta mengirimkan susu atau pakaian anak-anak ke kediaman utama tanpa pernah mencoba menghubunginya atau sekedar bertanya apa anak-anaknya baik-baik saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/290799685-288-k256868.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement
FanfictionTiga tahun mungkin bukan waktu yang sangat lama, tapi mampu menjungkirbalikan kehidupan sepasang manusia yang tak saling mencintai tersebut.