Neji dan Lee membuka dua koper yang mereka bawa dari Shanghai berisi perangkat komputer yang akan mereka gunakan untuk meretas.
"Kau sudah siap?" Neji bertanya sekali lagi untuk memastikan.
"Tentu saja." Lee berujar optimis, ini mungkin pekerjaan yang sulit, tapi dia pasti bisa melakukannya. "Kita harus mengirim si Danze ke penjara!"
Neji menghela napas lelah. "Namanya Danzo bukan Danze."
Lee mengangkat bahu dengan santai "Kupikir Danze lebih cocok untuknya." Dan itu terdengar seperti nama penjahat yang ada di komik.
"Baiklah, terserah kau ingin memanggilnya apa." Neji lalu membantu memasang perangkat komputer di atas meja panjang di ruang kosong yang bersebelahan dengan ruang kerja Naruto.
"Ngomong-ngomong, tempat ini sangat keren." Lee rasa saat kembali ke Shanghai nanti, dia akan membuat ruang bawah tanah seperti ini untuk dia bekerja.
"Jangan terlalu banyak memuji, Naruto adalah orang yang sangat arogan, kau nanti akan muak mendengarnya." Neji memperingati.
Lee mengangguk, dia selalu percaya pada ucapan Neji. Mungkin dia harus lebih banyak menutup mulut di depan Naruto. "apa dia orang yang lebih kaya daripada ayahmu?"
"Sekarang mungkin, ya." Neji masih sibuk memasang kabel-kabel rumit pada perangkat komputer itu. Tapi ini bukan hal sulit baginya karena dia sudah sering membantu Lee memasang perangkat komputernya sejak masa SMA. "Keluargaku hampir bangkrut sekarang."
Lee menepuk bahu Neji, untuk memberi semangat "jangan khawatir, apa kau mau aku curi sedikit uang dari Bank itu?"
Neji tertawa renyah "aku tidak berminat jadi penjahat hanya demi uang, kita tak pernah melakukan hal semacam itu kan."
Lee mengangguk, tadi itu hanya gurauan. Dirinya dan Neji sudah berteman sejak masih duduk di bangku SMA, mereka tak pernah melakukan tindakan kejahatan jenis apapun. "Tentu, tetaplah di jalan yang benar meski jatuh miskin."
...
"Ingat tidak, saat kita bulan madu di Swiss kau hampir meninggalkan aku di Bandara?" Naruto bersandar di rak buku ruang kerjanya, dia sibuk mengganggu istrinya yang tengah memilih buku untuk dibaca ayahnya.
"Ah, saat kau meninggalkan passportmu di hotel?" Hinata meraih sebuah buku di rak dan mulai membukanya. Ayah sedang ada di atas menemani Bolt dan Hima, tapi sebentar lagi jam tidur siang anak-anak, maka dia di sini untuk mencari buku untuk dibaca ayahnya agar dia tidak kebosanan saat cucunya tertidur.
Naruto mengangguk "apa kau benar-benar akan meninggalkan aku kalau saja petugas hotel tidak mengantar passportnya ke Bandara?"
Hinata mengangguk "tentu saja." Tangannya masih sibuk membolak-balikan buku di tangannya.
"Kau tega sekali." Naruto entah kenapa tiba-tiba saja teringat kejadian itu.
"Aku sudah mengingatkanmu sepuluh kali sebelum berangkat untuk menyimpan passport dengan benar, lalu jangan tidur larut sehari sebelum kembali ke Jepang karena kita mendapat penerbangan pagi." Hinata menjabarkan kebenarannya agar pria itu tak merasa bahwa dirinya tidak peduli.
"Tapi itu salahmu, kita bangun kesiangan lalu aku terburu-buru hingga passportnya tertinggal." Naruto masih tidak terima bahwa kesalahan pada hari itu dilimpahkan padanya.
Hinata menutup bukunya "kenapa salahku, aku sudah bilang tak ingin melakukanya malam itu, tapi kau memaksa."
"Aku tahu penolakan itu hanya di bibir saja, buktinya kau mengenakan gaun malam yang sangat seksi malam itu, pasti untuk merayuku." Naruto rasa istrinya ini agak pemalu untuk meminta, jadi sering kali dirinya digoda dengan gaun tidur yang nampak menggiurkan untuk dilucuti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement
FanfictionTiga tahun mungkin bukan waktu yang sangat lama, tapi mampu menjungkirbalikan kehidupan sepasang manusia yang tak saling mencintai tersebut.