Hinata meletakan strip test pack dengan dua garis tipis di atas washtafel counter lalu dia membasuh wajah dengan air dingin untuk menyadarkan diri dari segala hal yang tengah mengacaukan isi kepalanya.
Ya, dirinya tengah hamil, memang dia sudah merasakannya sejak tiba di Beijing waktu itu namun tak mengatakan apapun pada siapapun karena hidupnya terlalu kacau belakangan ini dan dia memberanikan diri untuk benar-benar memeriksanya hari ini.
Bolt dan Hima masih terlalu kecil dan dirinya dengan Naruto memang tak berencana memiliki anak lagi dalam waktu dekat, bahkan mereka belum sempat membahas soal ini. Dia rasa ini adalah waktu yang tidak tepat untuk kehamilan ke dua.
Di tambah lagi saat ini suaminya masih berada di rumah sakit dengan kondisi yang cukup buruk akibat kecelakaan, lalu soal perceraian membuatnya merasa sangat kalut dan bingung, belum lagi ayah dan Neji yang masih menunggu dirinya kembali ke Beijing.
Di antara semua kekacauan yang tengah terjadi, saat ini Hinata hanya bisa menangis dan merutuki kesalahan yang mungkin dia lakukan. Kenapa semua masalah ini seolah bertubi-tubi hinggap di kehidupannya yang beberapa waktu lalu masih terasa begitu sempurna.
Wanita itu lalu terduduk di lantai kamar mandi hanya untuk menangis karena kakinya terasa begitu lemas untuk sekedar menopang tubuh agar tetap berdiri.
"Nyonya, apa kau di dalam?" Kepala pelayan mengetuk pintu kamar mandi. Kemarin si nyonya rumah akhirnya pulang namun hanya seorang diri karena Bolt dan Hima katanya di bawa ke kediaman utama Uzumaki untuk sementara diasuh oleh Nyonya Kushina.
Hinata memejamkan mata dan menyelesaikan tangisannya, membasuh wajah lagi, lalu keluar dari kamar mandi dengan mata yang sangat sembab.
"Anda baik-baik saja Nyonya?" Kepala pelayan terkejut saat si nyonya rumah keluar dengan wajah pucat pasi dan mata sembab.
Hinata mengangguk "ada apa, Bi?" Dia lalu melangkah ke closet pakaian untuk mengambil mantel, dia harus kembali ke rumah sakit untuk menemani Naruto, meski kehadirannya di sana juga sepertinya tidak begitu diinginkan oleh pria itu, sikap pria itu sekarang begitu dingin padanya. Tidak mengejutkan jika memang akhirnya pria itu tak menginginkannya lagi atau bahkan membencinya.
"Nyonya Kushina, minta menyiapkan pakaian dan susu untuk Bolt dan Hima lalu meminta izin untuk Pengasuh pergi ke kediaman utama untuk membantu mengasuh mereka di sana." Ujar kepala pelayan untuk menyampaikan pesan dari Nyonya Kushina yang pagi tadi menelepon.
Hinata menghela napas pelan, dia sesungguhnya ingin anak-anak tetap ikut dengannya tapi dia tidak bisa mengatakan 'tidak' dalam situasi ini maka dia hanya bisa menurut. "Baiklah, aku akan siapkan susunya ya. Bibi tolong siapkan pakaian mereka dan pengausuh boleh pergi ke kediamn utama, minta supir mengantarnya."
"Baik Nyonya, terima kasih." Kepala pelayan lalu membantu menyiapkan botol susu dan pompa ASI dan memberikannya pada si nyonya rumah sebelum meninggalkannya sendirian.
Lagi-lagi Hinata hanya bisa termenung sambil memikirkan banyak hal di kepala yang tidak bisa dia ucapkan.
...
"Lagi-lagi uang menyelamatkanmu." Kakashi kini bersedekap di samping ranjang pasien. Jika bukan Ford Mustang yang dikendarai Naruto hari itu, mungkin dia sudah jadi abu sekarang. Meski mobil itu juga ringsek berat di bagian kanan.
"Bukan uang yang menyelamtkanku tapi, Tuhan." Naruto bersandar di kepala ranjang pasien yang telah di sanggah dengan bantal.
Kakashi nyaris tertawa mendengar hal itu keluar dari bibir seorang Uzumaki Naruto "kau berubah jadi religius setelah hampir menghadapi kematian huh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement
FanfictionTiga tahun mungkin bukan waktu yang sangat lama, tapi mampu menjungkirbalikan kehidupan sepasang manusia yang tak saling mencintai tersebut.