Hinata telah berdiri di balik counter pastry restonya selama hampir 30 menit sambil menatap lurus ke arah suaminya yang tengah duduk di salah satu kursi resto, melakukan meeting dengan Kakashi dan seorang wanita yang Hinata tahu adalah Kepala Akuntan di perusahaan suaminya.
"Suamimu tidak akan hilang, kalau kau berkedip."
Hinata menoleh dan mendapati Manager restonya berujar menggoda. Mereka memang dekat, sudah seperti sahabat karena kebetulan seumuran. "Berhenti menggodaku."
"Kau terus menatapnya seperti wanita posesif." Bisik Manager itu lalu tertawa.
"Aku memang posesif." Hinata membenarkan, semalam pria itu menelepon Kepala Akuntan perusahaannya hingga larut dan yang membuatnya terusik adalah mereka bertelepon hingga satu jam penuh bahkan ditutup dengan ucapan selamat malam yang menggelikan.
"Apa yang kau khawatirkan sih, pria itu sepertinya tak akan selingkuh." Ucap Manager itu dengan yakin karena sejak tadi dia sudah mengamati. Bosnya ini dan suaminya telah sama-sama melempar pandangan, seperti pria dan wanita asing dalam buku novel yang jatuh cinta di tempat umum, hey padahal mereka suami-istri.
"Jangan terlalu mudah percaya pada pria, mereka berbahaya." Hinata memperingati, Manager restonya itu belum menikah, jadi dia bisa memberi petuah seperti seorang Kakak.
"Suamimu itu juga berbahaya?" Manager sekarang setengah berbisik, haus akan gosip rumah tangga Bossnya.
"Sangat! Dia menelepon wanita lain semalam." Hinata memotong croissant di counter meski matanya masih menatap tajam ke arah meja bundar tempat suaminya berada.
"Benarkah?" Manager resto menutup mulutnya dengan tampang terkejut "apa dia berselingkuh?"
Hinata tersenyum simpul "tentu itu tidak akan terjadi." Dia pernah mengajak suaminya untuk memasak di dapur rumah mereka dan dia menunjukan koleksi set pisau Kanpeki yang dimilikinya.
"Bagaimana bisa kau begitu yakin?" Manager itu semakin penasaran, dia ikut memandang ke arah meja di sana.
"Dia telah memilih sendiri pisau untuk melakukan Seppuku kalau dia berselingkuh." Hinata lalu tersenyum tipis, dia sebenarnya tak perlu khawatir kalau Naruto akan menyeleweng pada wanita lain, setidaknya sampai perjanjian mereka berakhir.
"Kau mengerikan Boss!" Pekik Manager itu seraya terbelalak. Kini wanita cantik di hadapannya itu nampak seperti psikopat.
"Kau harus lakukan ini juga jika sudah menikah nanti." Hinata memperingati, lalu saat dia menoleh, Naruto sudah bangkit dari kursinya, meninggalkan Kakashi dan Kepala Akuntan itu mengobrol berdua. Dia memang ada jadwal kontrol kehamilan sore ini di rumah sakit dan Naruto harus menemaninya.
Manager berdehem pelan dan mengenyahkan pikiran gilanya soal Seppuku dengan pisau dapur saat suami Bossnya itu melangkah mendekat.
"Hinata, ayo berangkat kita bisa terlambat menemui Dokter." Ujar Naruto setelah sedikit menyapa Manager resto yang sedang berdiri di samping istrinya.
"Aku akan ambil tas dulu, tunggulah di pintu depan." Hinata lalu mencuci tangannya di washtafel dan berpamitan pada Manager restonya.
"Baiklah." Naruto lalu melangkah pergi dari tempat itu. Dia berdiri di pintu utama resto seraya menunggu istrinya keluar. Tak sampai sepuluh menit dia perlu menunggu karena wanita itu sangat cepat. Dia menggenggam tangan Hinata dan menuntunnya sampai ke mobil. Hari ini mereka tak di antar supir karena Naruto senang menyetir di akhir pekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement
FanfictionTiga tahun mungkin bukan waktu yang sangat lama, tapi mampu menjungkirbalikan kehidupan sepasang manusia yang tak saling mencintai tersebut.