52 - BUTUH

534 122 123
                                    

ALVABETH BY VALENT JOSETA

Peringatan terakhir, aku gak tanggung kalo kalian baper!

Baiklah, happy reading! 💜💜

Instagram : @valentj8 & @hf.creations

***

Betha berbelok ke kanan dan hampir saja terserempet oleh motor karena tidak fokus dengan langkahnya. Dia masih memikirkan permintaan Cory yang sangat ingin dia sanggupi. Apakah akan menyakiti dan menjadi pembicaraan banyak pihak lagi?

Pengendara motor tadi berhenti kemudian menghampiri Betha. "Kamu nggak apa-apa?"

Mata Betha yang masih fokus pada pergelangan kakinya yang sedikit terkilir seketika mengerjap. Betha sangat kenal suara itu.

"Tha," panggil orang itu sekali lagi. Kali ini dia menyentuh pundak Betha.

Betha mendongak. "Alva," lirihnya tidak menyangka. Manik mata mereka bertemu beberapa saat dan Betha hanya bisa meringis merasakan kepedihan di mata lelaki itu. Apalagi saat sebulir air mata meluncur begitu saja dari mata Alva.

"Aku dengar semuanya dari Cory and I know you're not okay." Dari sekian banyak kalimat yang bisa Betha utarakan, hanya ini yang berhasil lolos.

Alva masih mematung, menatap gadis di hadapannya. Sungguh sebuah pertemuan yang sangat Alva harapkan dan butuhkan saat ini. Pertemuan yang dia harapkan sejak kemarin malam, saat Betha menutup teleponnya.

Betha mendekat kemudian mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata Alva yang jatuh begitu saja untuk kedua kalinya. Namun, Alva dengan cepat menangkap tangan gadis itu dan memeluknya. Sangat erat, dan air matanya kembali terjatuh.

"Sebentar aja, Tha. I need you," lirih Alva putus asa. Betha tak kunjung membalas pelukannya.

Betha memejamkan matanya yang ikut memanas lalu mengangguk samar. Tangannya bergerak pelan untuk membalas pelukan Alva dan mengusap rambut lelaki itu dengan lembut.

Dua menit kemudian Betha masih membiarkan Alva memeluknya. Egonya memang terus berbisik untuk menjaga jarak dengan Alva, logikanya mendesak agar Betha memikirkan perasaan Delta, tapi hati nuraninya lebih besar. Lagipula, Betha hanya memberikan dukungan untuk Alva. Seharusnya tidak ada yang salah, 'kan?

"Kamu dari mana?" Alva melerai pelukannya dengan Betha setelah merasa lebih tenang. Dia mengelus rambut gadis itu lembut sebagai rasa terima kasihnya.

Betha tersenyum hangat. "Dari rumah kamu, antar Cory dari minimarket tadi."

"Aku antar ke rumah, ya?" tawar Alva.

Betha bergumam kemudian tersenyum penuh makna. "Kamu simpan motor dulu gimana? Kita jalan kaki sampai rumah. Udah lama 'kan nggak main di kompleks bareng?" usul Betha ceria sambil menatap Alva penuh harap.

Alva tersenyum. Kali ini bukan senyum hambar, lebih hangat dan Betha masih menyukainya. "Oke. Kamu tunggu di sini sebentar." Lelaki itu segera menyalakan mesin motornya dan menuju rumahnya yang tinggal beberapa langkah.

Setelah Alva kembali, keduanya langsung berjalan menyusuri jalan utama kompleks. Rumah mereka tidak jauh, hanya beda enam blok dan itu tidak masalah untuk Alva.

"Al, menurut penelitian, perasaan itu harus diakui dan divalidasi tahu," ujar Betha tiba-tiba.

Alva menoleh, menatap Betha bingung. "Kayak aku sayang kamu gitu? Aku bisa validasi sekarang kalau itu," balasnya asal.

ALVABETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang