Haiiiii! Sorry banget kemarin gajadi double up guys :(
Jujur, part ini susah banget buat aku beresin karena takut ga dapet feelingnya, takut ga memuaskan, dll. Jadi, aku putuskan buat take time nulis khusus part ini dan revisi berkali" 😆
Oke, biar ga kelamaan, selamat membacaaaa! 💜
*****
Sore ini Jakarta hujan. Betha baru saja selesai les lima menit yang lalu dan sedang menikmati aroma petrikor yang menyengat di luar tempat lesnya. Dia selalu suka hujan, karena untuknya hujan itu mengalirkan ketenangan.
"Pulang sama siapa, Tha?" Sebuah suara menginterupsi fokus Betha pada rintik air hujan yang turun cukup deras.
Betha bergerak dari posisi bersandar pada tembok untuk melihat laki-laki yang mengajaknya bicara. Dia lalu tersenyum setelah benar-benar melihat sosok yang menyapanya. "Harusnya dijemput, tapi kayaknya macet," jawabnya santai.
"Tumben selesai cepat?" tanya laki-laki tadi yang tak lain dan tak bukan adalah Delta. Seringkali kelas Betha lebih lama selesai karena materinya cenderung lebih banyak.
"Gurunya ada acara malam ini, jadi harus pulang lebih cepat." Betha kembali menatap hujan yang sepertinya tidak akan berhenti dalam waktu dekat dan jalanan basah di hadapannya.
Delta manggut-manggut sambil memakai jaketnya. "Dijemput siapa? Alva?" tanyanya santai.
Betha menoleh lagi, sedikit terkejut dengan pertanyaan Delta, tapi berusaha tetap tenang. "Nggak. Alva ada jadwal les juga. Gue dijemput Papa," jawabnya jujur.
"Tadinya mau nawarin bareng, tapi hujan." Delta terkekeh setelah menyelesaikan kalimatnya.
Betha ikut terkekeh. "Papa sudah di jalan, kok."
"Ya sudah, gue temani sampai lo dijemput."
Betha mengangguk saja mempersilakan Delta menemani dirinya menunggu. Setelah hampir dua bulan sejak Delta mengaku kalah, Delta benar-benar serius dengan perkataannya. Lelaki itu tidak membenci Betha maupun Alva. Walaupun interaksi mereka jauh berkurang, tapi perlakuannya tetap baik seperti sebelum-sebelumnya. Bahkan untuk merasa canggung saat berada dekat laki-laki itu saja Betha rasa tidak perlu.
"Gimana sama Alva?" Delta memberanikan diri untuk mengutarakan rasa penasarannya.
Betha menoleh, lagi-lagi terkejut dengan pertanyaan Delta. "Gimana ... gimana?" tanyanya balik bingung.
Delta terkekeh. "Ya ... Gue belum dengar kabar heboh gitu di sekolah," sarkasnya.
"Oh." Betha menggeleng sambil tersenyum pasrah. "Gue rasa Alva butuh waktu untuk pulih sendiri. Dia bahkan belum pernah bilang secara terang-terangan kalau hubungannya dan Gamma sudah berakhir."
"Oh iya?" Delta cukup terkejut dengan pernyataan Betha.
Betha mengangguk lalu menghela napas cukup panjang. "Dulu gue yang minta Alva agar hubungan kami selesai, Ta. Berkali-kali gue minta dia lepasin hati gue, padahal gue masih sangat menggenggam hatinya. Mungkin hari-hari itu Alva memaksa dirinya untuk berhenti mengejar gue. Gue nggak bisa menyalahkan kalau akhirnya perasaanya memang sedikit demi sedikit berkurang karena ada orang baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVABETH
Teen Fiction"Lo anak IPA, belajar Fisika, 'kan? Selamanya akan selalu ada Betha di antara Alva dan Gamma." **** Kata orang, jatuh cinta itu harus siap sakit hati dan melepaskan. Hal itu dialami oleh Alva, lelaki cuek dengan jiwa kepemimpinan tinggi dan berbagai...