Hai! Sebelum terlambat, aku mau bilang: Selamat Hari Pahlawan Nasional! ❤
Part hari ini akan butuh emosi buat maki", karena kalian akan bertemu dengan sisi lain seorang Alva. Siapkan hati yang lapang dada, ikhlas, dan sabar ya kayak para pahlawan, hehe.Happy reading! 💜💜****
Gamma melayangkan pandangannya mengikuti bola basket yang di oper oleh kakak-kakak kelasnya di tengah lapangan. Sesekali kakinya yang menggantung menendang-nendang udara bebas di depannya, mengikuti senandung asal yang keluar dari mulutnya.
"Al." Panggilan dari suara yang Gamma tunggu akhirnya terdengar juga.
Gamma menoleh mendapati Alva yang baru saja mendaratkan dirinya di kursi kosong di sebelah Gamma. "Udah selesai?" tanya gadis itu memastikan. Alva terlihat lelah.
Alva menggeleng. "Sebenarnya belum. Lo lihat Betha?"
Giliran Gamma yang menggeleng. "Kak Betha 'kan pergi sama Abang dari pulang sekolah tadi. Katanya ke Perpustakaan Nasional," jawab Gamma memberi tahu informasi yang dimilikinya.
"Oh, gitu," gumam Alva pasrah.
"Kenapa?" tanya Gamma hati-hati.
"Betha pegang laporan akhir bakti sosial dan laporan evaluasi pesta rakyat. Harusnya dikumpulkan dan selesai hari ini. Kalau gini ceritanya, gue jadi harus ke sekolah lagi besok," jujur Alva sedikit terdengar jengkel di akhir kalimat.
Gamma ber-oh-ria sebentar sembari manggut-manggut. "Perlu Gamma temenin? Atau ada yang bisa Gamma bantu?" tawarnya polos.
Alva menggeleng singkat. "Nggak perlu. Besok gue jemput lo setelah urusan di sekolah selesai," jawabnya teringat janji mereka besok. "By the way, makasih ya udah nungguin. Maaf lama," lanjut Alva.
"Santai aja, Kak Alva," balas Gamma setelah terkekeh, "Teman-teman Gamma juga baru pulang, kok."
Alva mengangguk lalu berdiri. "Ayo, pulang," ajaknya yang langsung diangguki Gamma.
Cuaca hari ini cukup bersahabat. Sedikit berangin, tapi langit masih terbilang cerah untuk langit pukul tiga sore. Jalanan juga belum terlalu padat dengan pengendara yang sibuk berlomba-lomba untuk sampai di rumah dan melepas penat.
"Al, pegangan," titah Alva setelah Gamma duduk di bagian belakang motornya.
"Udah, kok," sahut Gamma lugu. Dia baru saja selesai membenarkan kerah jaket yang tiba-tiba disampirkan Alva saat mereka sampai di parkiran. Iya, tiba-tiba. Setelahnya, Alva langsung naik dan menyalakan mesin motornya. Lelaki itu hanya bilang, 'Pakai, biar nggak dingin.'
Alva menoleh dan tertawa kecil. "Pegangan ke gue," ulangnya lebih jelas.
"Hah? Apa?"
"Peluk gue."
Gamma mengerjapkan matanya beberapa kali. "Nggak apa-apa?" tanyanya polos nan ragu-ragu.
Alva menarik tangan Gamma yang masih tetap memegang bagian belakang motornya lalu melingkarkan tangan Gamma ke pinggangnya. "Lo itu sekarang pacar gue, Al. Masa lupa?"
Setelahnya lelaki itu melaju begitu saja, seolah tak terjadi apapun sebelumnya. Deru angin saja yang menemani dan tahu bagaimana jantung Gamma berdegup cepat dan sudut bibirnya yang tak bisa berhenti terangkat semakin tinggi di balik punggung Alva.
****
Pukul empat lebih dua puluh tiga menit.
Suasana rumah Alva hening seperti biasanya. Alva mengernyit mendapati gerbang rumahnya yang tidak tertutup rapat seperti biasanya. Cory biasanya tidak seteledor ini jika saja gadis itu keluar sebentar untuk membeli sesuatu. Alva memarkirkan motornya di tempat biasa, memastikan motornya terkunci, mencabut kuncinya, dan masuk ke dalam rumah dengan langkah curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVABETH
Teen Fiction"Lo anak IPA, belajar Fisika, 'kan? Selamanya akan selalu ada Betha di antara Alva dan Gamma." **** Kata orang, jatuh cinta itu harus siap sakit hati dan melepaskan. Hal itu dialami oleh Alva, lelaki cuek dengan jiwa kepemimpinan tinggi dan berbagai...