Saran akuu, harus sedikit persiapkan hati dan logika untuk part hari ini, hehe. Semangat! ✌
Selamat membacaa! 💜💜
****
Sungguh sebuah Minggu pagi yang tidak begitu bersemangat. Betha menuruni anak tangga rumahnya yang sepi, menuju ke dapur, dan meneguk segelas air mineral. Gadis itu menyisir rambutnya yang masih basah dengan jarinya secara asal kemudian menghela napas pelan.
Betha bergerak membuka kulkas dan mendapati beberapa frozen food yang sengaja ditinggalkan oleh mamanya jika sewaktu-waktu dalam tiga minggu Betha malas atau bingung memesan makanan dari luar. Gadis itu mengambil salah satunya secara asal kemudian menyiapkan penggorengan.
"Astaga, kenapa gue mager banget hari ini?" gerutu Betha pada dirinya sendiri. Betha mengecek ponselnya dan mendapati sebuah notifikasi dari Delta.
Delta Elenio : Perginya mau jam 3 atau jam 10 aja?
Betha melirik jam di dinding rumahnya. Masih pukul delapan pagi dan dirinya terjebak kemageran. Jika pergi jam tiga sore nanti, magernya kemungkinan besar semakin menjadi-jadi. Jika pergi jam sepuluh pagi, ....
Bethanny Alvirena : Jam 10 aja, deh.
"Semoga pilihan yang tepat, ya, Kawan." Betha mengembuskan napas sekali setelah bergumam sendiri kemudian beralih untuk menggoreng makanannya.
Empat puluh lima menit kemudian Betha sudah selesai dengan urusannya di dapur dan memilih kembali ke kamarnya. Secara iseng dia membuka lemari kemudian mencari pakaian yang sekiranya cocok untuk dipakai pergi nanti.
Betha bukan tipe perempuan modis yang harus mencocokkan segala yang dipakai dari ujung kepala sampai ujung kaki ketika akan pergi. Tapi, sesekali dia melakukannya jika bosan dan sepertinya dia akan melakukannya hari ini.
Betha mengeluarkan setumpuk kaus yang selama ini sudah jarang ia pakai. Pandangannya jatuh pada sebuah kaus hitam yang sepertinya terselip karena dia benar-benar baru ingat pernah punya baju itu. Sebuah kaus hitam polos dan cenderung oversized dengan sebuah sablonan huruf beta dalam abjad Yunani Kuno.
"Ini hadiah ulang tahun dari Alva waktu SMP nggak sih?" tanyanya kurang yakin. Gadis itu mengambil ponsel kemudian tanpa pikir panjang mengirim foto kaus tersebut pada Alva.
Balasan dari Alva dia dapatkan tidak lama kemudian.
AlvarendraGeraldo : Loh?
Betha baru saja mengernyitkan dahinya karena tidak paham dengan jawaban Alva saat satu notifikasi lagi masuk ke ponselnya. Masih dari Alva. Lelaki itu mengirimkan sebuah selfie yang menunjukkan dirinya sedang berada di mobil menggunakan kaus yang sama dengan milik Betha, hanya beda pada huruf Yunani Kuno yang tertera di sana.
Bethanny Alvirena : Astaga wkwk.
Bethanny Alvirena : Aku pakai juga hari ini, nggak apa-apa?
AlvarendraGeraldo : It's okay.
Betha menyimpan ponselnya dengan senyum mengembang. Dia memasukkan kembali tumpukan baju yang tidak akan dipakainya ke dalam lemari kemudian beralih memilih celana. Tadinya Betha mau memakai rok denim yang terletak di paling atas, tapi mengingat Delta biasanya menggunakan motor, sepertinya lebih aman menggunakan celana. Jadi, Betha putuskan menggunakan high-waisted jeans.
Tepat pukul sepuluh gadis itu sudah siap dengan sneakers dan tote bag yang sama-sama berwarna putih. Dia menuruni anak tangga rumahnya dengan lebih ceria, berbeda dengan tadi pagi. Betha baru saja mengambil helmnya saat klakson motor Delta terdengar dari depan gerbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVABETH
Teen Fiction"Lo anak IPA, belajar Fisika, 'kan? Selamanya akan selalu ada Betha di antara Alva dan Gamma." **** Kata orang, jatuh cinta itu harus siap sakit hati dan melepaskan. Hal itu dialami oleh Alva, lelaki cuek dengan jiwa kepemimpinan tinggi dan berbagai...