ALVABETH BY VALENT JOSETA
Instagram : @valentj8 & @hf.creations
****
Betha selesai membersihkan dirinya setelah kelas-kelas dan rapat yang melelahkan bersama Alva. Ia terduduk di kasur setelah mengisi ulang daya baterai ponselnya. Gadis itu menatap sekeliling kamarnya sedikit bingung, seperti mencari sesuatu.
"Kenapa ya gue?" tanya Betha pada dirinya sendiri. Sebenarnya dia tidak mencari apa-apa di kamarnya, tapi pikirannya seakan campur aduk.
Masuk sebuah pesan yang terpampang jelas di lockscreen ponsel Betha. Dari Alva. Menanyakan dimana Betha simpan hasil rapat tadi. Sayangnya, bukan itu yang Betha pedulikan. Dia tersadar bahwa ia sama sekali belum mengganti wallpaper-nya sejak putus dari Alva. Maklum, setelah ada fitur sidik jari, Betha jadi jarang melihat layar kuncinya.
Betha menatap layar ponselnya yang masih menyala cukup lama. Bibir bawahnya tergigit, seolah ia sedang mempertimbangkan sesuatu. Beberapa kali terdengar juga helaan napas kasar sebelum ia memejamkan mata dan menyandarkan tubuhnya.
"Gue harus gimana sih sebenarnya? Apa keputusan gue untuk putus dari Alva itu benar?" monolognya lirih. Air matanya menetes perlahan. Menandakan gadis itu sebenarnya tidak baik-baik saja seperti biasanya.
"Jujur, gue masih nggak rela Alva dekat sama cewek lain. Tapi, gue mau bahagia. Alva juga harus bahagia." Betha lantas membuka matanya, menatap kembali layar ponsel yang menunjukkan foto dirinya dengan Alva.
Detik berikutnya Betha tersenyum dengan sisa-sisa air matanya. "Selama hukum alam masih berlaku, maka selamanya Alva akan ada di samping Betha." Ia mengucapkan kembali janji yang sering Alva ucapkan dulu.
Betha kemudian meninggalkan ponselnya di nakas tanpa berniat mengganti wallpaper-nya ataupun membalas pesan dari Alva yang baru saja bertambah. Betha memilih mengambil novel yang sengaja ia simpan di nakasnya. Ia butuh hiburan.
****
"Oke, besok gue bawa hasil yang sudah di cetak, ya. Jangan lupa di convert juga soft file-nya, Ken. Lo berdua juga, jangan lupa buat power point." Gamma menyimpulkan hasil kerja kelompok mereka hari ini dengan menyebutkan ulang tugas setiap anggota kelompok.
"Siap, pasti beres," jawab Selena di sela-sela fokusnya membereskan alat-alat tulisnya. "Gue duluan ya," lanjut Selena kemudian beranjak setelah diangguki ketiga temannya yang lain.
"Gue juga duluan ya, masih ada janji rapat karang taruna."
Gamma menatap Vivi yang tengah menatapnya juga dengan ekspresi yang sulit ditebak. Lantas, Gamma mengangkat satu alisnya, bertanya apa yang sebenarnya ingin Vivi katakan dibalik cengirannya.
"Gue duluan juga nggak apa-apa?" ujarnya terkekeh.
Gamma berdecak. "Mau ketemu kesayangan lo, 'kan?" tebak Gamma yang tentu saja tidak melenceng, "Ya udah, sana," usirnya. Vivi memang sudah memiliki pacar sejak awal masuk SMA, tapi mereka hanya bisa bertemu dua bulan sekali karena pacar Vivi berkuliah di Bandung.
"You are my very best best friend, Gamma!" sorak Vivi heboh seraya memeluk Gamma dari belakang setelah Gamma mempersilakannya untuk pulang duluan.
"Ya, ya, I know. Gue memang selalu terbaik," ujar Gamma kelewat percaya diri.
"Bye-bye, Gamma Sayangku!" pamit Vivi untuk terakhir kali sampai akhirnya dia keluar dari café. Gamma hanya tersenyum kemudian geleng-geleng menatap kepergian Vivi yang begitu ceria. Memang cinta itu punya energi!
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVABETH
Teen Fiction"Lo anak IPA, belajar Fisika, 'kan? Selamanya akan selalu ada Betha di antara Alva dan Gamma." **** Kata orang, jatuh cinta itu harus siap sakit hati dan melepaskan. Hal itu dialami oleh Alva, lelaki cuek dengan jiwa kepemimpinan tinggi dan berbagai...