ALVABETH BY VALENT JOSETA
Hari ini kalau gak salah Alva-Betha lagi ?
Happy reading!
Instagram : @valentj8 & @hf.creations
****
Alva menyelesaikan sarapannya paling pertama hari ini. Satu hari penuh beristirahat di rumah cukup membosankan, jadi dia bersemangat untuk kembali ke sekolah hari ini. Sekadar informasi, kondisi Alva sudah jauh lebih membaik sejak Betha dan Gamma datang kemarin.
"Kak, yang kemarin datang sama Kak Betha itu siapa?" Cory membuka pembicaraan selagi Alva membereskan peralatan makannya.
Alva mendongak menatap adiknya sebentar. "Pacar gue," jawabnya santai.
"Oh, itu yang buat Kakak jatuh cinta," gumam Cory acuh. Jika dilihat-lihat, Cory sama saja dengan Alva: tidak suka ikut campur urusan orang lain – atau mungkin tidak peduli – dan selalu santai dalam menanggapi informasi-informasi tidak biasa seperti ini.
"Selamat pagi." Sapaan ramah dari sebuah suara bariton menginterupsi gerakan tangan Alva yang sedang mengacak rambut Cory sekaligus menghentikan tawa lelaki itu. Ada apa lagi ayahnya datang pagi-pagi begini?
Berbeda dengan Alva, Cory menoleh dan tersenyum senang. Gadis itu menerima sebuah paper bag yang diserahkan oleh ayahnya dan langsung membukanya dengan semangat.
"Mau sarapan, Mas?" tawar Bunda Nadia ramah.
Ayah Adit mengangguk lalu mengambil posisi di tempat duduk biasanya. "Aku perlu fotokopi kartu keluarga, Nad. Boleh?" tanya Ayah Adit lembut.
Bunda Nadia menoleh sambil tersenyum lalu mengangguk. "Ada di kamar, nanti aku ambil."
"Buat apa, Yah?" tanya Alva selidik.
"Urusan kantor," jawab Ayah Adit tenang.
Alva mengangguk tanpa memperpanjang masalah. Sejujurnya, Alva sedikit curiga dengan permintaan ayahnya. Jangan-jangan informasi di dalamnya akan digunakan untuk sesuatu yang tidak menguntungkan. Tapi, apa dayanya jika Bunda mau menyerahkannya dengan senang hati.
Bel masuk sekolah masih satu jam lagi. Alva menunggu jemputan Cory datang terlebih dahulu seperti kebiasaannya. Kebetulan, gadis itu juga belum menyelesaikan sarapannya.
"Permisi." Suara yang sangat Alva kenali menyapa dari arah pintu kembali menginterupsi interaksi ringan di meja makan rumah Alva.
"Siapa?" gumam Cory bertanya entah pada siapa. Dia hanya mengintip pintu rumahnya yang tertutup.
"Betha," jawab Alva pelan, namun sangat yakin. Dia dengan cepat menyimpan ponselnya dan berjalan ke arah pintu. Ya, tentu saja dia tersenyum setelah membukanya. Keyakinannya tepat.
"Pagi banget," komentar Alva iseng membalas senyum cerah gadis di hadapannya.
Senyum Betha semakin mengembang. "Cuma ingin tahu keadaan kamu," jawabnya santai, tapi berhasil memicu ritme jantung Alva.
Alva mengacak puncak kepala gadis itu. "Aku sudah baik-baik saja, Betha. Terima kasih," ucapnya gemas. Matanya kemudian menyelidik arah belakang Betha. Sebuah mobil hitam dan seorang pria paruh baya tampak menunggu tak jauh dari depan rumahnya. Alva dengan cepat melangkah ke arah mobil itu, berbincang dengan pria disana, kemudian mobil itu pergi dari sana.
Alva kembali ke teras rumahnya dengan senyum jahil. Betha menyambutnya dengan tatapan heran.
"Kenapa Papa pergi?" tanya Betha polos. Gerakan Alva tadi sangat tiba-tiba, ditambah isyarat dari Alva yang menyuruhnya untuk diam saja di sana membuatnya tetap berpijak di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVABETH
Teen Fiction"Lo anak IPA, belajar Fisika, 'kan? Selamanya akan selalu ada Betha di antara Alva dan Gamma." **** Kata orang, jatuh cinta itu harus siap sakit hati dan melepaskan. Hal itu dialami oleh Alva, lelaki cuek dengan jiwa kepemimpinan tinggi dan berbagai...