42

9.3K 990 29
                                    

Nara terbangun dengan napas tersegal. Dua hari lalu Nara baru saja terbangun dari komanya. Ia mengalami kecelakaan yang mengakibatkan dirinya harus tertidur beberapa bulan lamanya. Kini Nara harus menjalani serangkaian perawatan untuk mengembalikan kekuatan tubuhnya  yang sudah lama tidak ia gunakan.

Nara menyandarkan badannya pada sandaran brankar. Menatap langit-langit kamar tempatnya di rawat. Ia tampak berpikir, jika mimpi yang ia alami adalah kenyataan, bagaimana nasib Eldine setelah Nara kembali ke tubuhnya semula. Namun jika itu hanya bunga tidur, mengapa tampak sangat nyata. Bahkan kerasnya tanah yang menghantam tubuhnya ketika terjatuh terasa sangat nyata. Walaupun seseorang mendekapnya dengan sangat kuat. Nara reflek memeluk tubuhnya sendiri guna memberikan ketenangan.

Namun satu yang Nara yakini, mereka baik-baik saja.

"Nara, kamu udah bangun" Papanya masuk dengan sekantong buah di tangannya.

Nara pun tidak mengerti. Saat ia terbangun sudah ada papanya yang terduduk memandanginya dengan raut cemas.

"udah" jawab Nara singkat

"apa yang di rasa?"

"ga ada"

"kalo gitu Nara makan ya" papanya menyodorkan sekotak bubur ayam yang ia bawa "pasti Nara bosen makan masakan rumah sakit"

Nara menerima dengan senang hati bubur ayam tanpa kacang kesukaannya. Karena makanan yang di belikan orang lain selalu terasa lebih enak.

"traktir aku dan akan ku maafkan tingkah biadab mu itu"

"apa benar rumor yang beredar itu kalau tuan duke jatuh miskin"

Nara memegangi kepalanya yang seketika terasa berdenyut. Itu membuat Rian—papanya cemas

"kenapa? apa yang sakit?" tanyanya

"engga ada, tolong jangan berlagak peduli" jawab Nara dingin

Rian menghela napasnya "maafkan papa"

"ga perlu minta maaf, ga butuh"

"Nara, sudah sejak dulu papa ingin mengajak kamu tinggal bersama papa. Papa selalu mengawasi dan memperhatikan kamu dari jauh, karena papa takut kamu tidak mau bertemu papa" tutur Rian

"Dan soal perceraian papa dan mama, itu sudah keputusan terbaik yang bisa kami berdua berikan, sejak awal mama mu memang tidak pernah mencintai papa. Karena itu, papa harus melepaskannya pada orang yang dia cintai"

"Pah Nara udah besar, Nara bisa ngerti kalau kalian bilang. Tapi kalian pergi gitu aja dan nyuruh Nara milih antara kalian berdua. Itu ga adil pah" ucap Nara menggebu. Air matanya sudah menetes sejak tadi.

"maafin papa sayang, papa terlalu takut kalau nantinya kamu bakal benci ke mama. Kasihan dia, pernikahan kami dari awal memang karena perjodohan, ini bukan salah mama" Rian merengkuh putrinya dalam pelukannya. Kata maaf tidak berhenti keluar dari mulutnya.

"Nara mau kan tinggal sama papa?" tanya Rian seraya menghapus air mata Nara dari pipinya "tinggalin aja kos-an kamu itu, lingkungannya ga sehat, tetangganya juga waras"

Nara membulatkan matanya "kok papa tau?!"

"kan tadi papa udah bilang, papa selalu ngawasin kamu" ucap Rian dengan usapan lembut di kepala Nara.

Entah mengapa Nara merasa Deja Vu dengan semua ini. Namun juga terasa nyaman disaat yang bersamaan. Ada apa dengan dirinya sebenarnya.

🕸🕸🕸

Setiap sore Nara memang di anjurkan untuk berlatih menggerakan kakinya di taman rumah sakit. Karena papanya pergi untuk urusan pekerjaan, Nara harus melakukannya sendiri. Lagi pula Nara memang belum terbiasa kembali dengan kehadiran orang lain yang bertanggung jawab penuh pada dirinya.

ANTAGONIS?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang