46 (end)

15.9K 1.1K 31
                                    

Kini Nara tengah termenung di kamarnya setelah menghabiskan sarapan yang di bawakan oleh perawat. Seperti biasa, dia  menatap keluar jendela memikirkan siapakah sosok Devan. Ia bahkan belum sempat melihat wajahnya kemarin. Berusaha tidak peduli Nara memilih turun dari brankar dan berniat mencari udara segar di sekitar taman rumah sakit, Dokter memang menyarankan agar Nara sering melatih otot-otot nya agar mulai terbiasa dengan aktivitas sehari-hari.

Dihitung sejak hari dimana Nara sadar, ia sudah berada hampir dua minggu di rumah sakit ini. Ayah dan calon istrinya—Ibu Rion juga sering mengunjunginya. Sepertinya ayahnya sudah sangat yakin dengan pilihannya.

Nara berjalan menuju bangku taman, mencari tempat kosong untuk mengistirahatkan kakinya setelah berjalan dari ruang inapnya. Dari kejauhan Nara bisa melihat seorang laki-laki yang tengah mengisi bangku taman yang cukup panjang, di sampingnya terdapat buku yang Nara rasa itu adalah miliknya.

Tidak lama Laki-laki itu pergi begitu saja meninggalkan bukunya.

"Tunggu!!" Seru Nara berusaha memanggil, dan ia berhasil. Laki-laki yang tampak seumuran dengan Rion menatapnya dengan alis terangkat sebelah tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Dengan langkah pelan Nara berjalan ke arah bangku taman dan meraih buku yang ada di sana, ia menyodorkannya ke arah laki-laki itu dengan bentah jarak kurang lebih tiga meter "Buku lo?" tanya Nara

Laki-laki itu berjalan menghampiri Nara untuk mengambil bukunya "Iya, thanks" ucapnya lalu kembali berjalan meninggalkan Nara yang sudah mendudukan dirinya di bangku taman dan menikmati angin pagi yang menerpa wajahnya, menerbangkan helaian rambutnya.

Nara menghela napas sambil menatap kearah pohon yang bergoyang karena tertiup angin

"sebenernya gue kenapa.."

●○●

Di dalam ruang inap Devan, Rion tengah sibuk mengerjakan tugas kuliahnya di temani Devan yang tengah membaca buku yang di tinggalkan Carel di ruangannya. Kini ia sudah bisa menggerakan badannya, walau masih perlu banyak melakukan latihan.

"Dev, ceritain mimpi lo dong" pinta Rion

"Apa yang mau lo tau"

"Gue mau tau apa yang lo rasain waktu bangun, sebenernya lo mimpi apa?" tanya Rion penasaran

Devan menutup buku milik Carel "Gue mimpi mati"

"Hah? gimana? maksud lo kejadian waktu lo kecelakaan?" tanya Rion bingung

"Bukan, gue mimpi jatuh dari lantai bangunan yang tinggi. Gue bisa ngerasain gimana sakitnya badan gue waktu sampai di tanah, gue bisa ngerasain napas gue yang udah mau abis, kepala gue yang pusing, gue masih inget jelas gimana rasanya"

"Gue yakin banget di mimpi itu, gue jatuh bareng seseorang. Tangan kita saling genggam, dan di dalem genggaman itu ada batu kristal warna ungu. Gue ga tau itu kristal ap—"

"Tunggu, kalau lo jatuh harusnya lo langsung meninggal kan? gimana bisa lo inget semuanya?" tanya Rion

"Itu dia, gue sama seseorang itu selamat karena kristal itu. Dari kristal itu muncul cahaya hangat, dan gue ngerasa lebih baik waktu cahaya itu ngerambat ke seluruh tubuh gue dan seseorang itu. Kesadaran gue masih ada waktu orang-orang dateng buat nyelamatin kita. Gue bahkan sempet sadar di dalam kamar yang gede banget, sampe akhirnya kesadaran gue hilang lagi dan gue ga inget apa-apa lagi"

ANTAGONIS?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang