"Hahhh" desah Nara cukup keras untuk ke sekian kalinya
"Se frustasi itu kah lo denger kabar barusan?" Rion jengah mendengar Nara hanya mendesah frustasi tanpa mau membuka suara
"Ya lo pikir aja?"
"Kok gue?!"
"Temen lo!!"
"Oh, tenang aja.. keadaan dia ga jauh beda sama lo. Dia juga koma, jadi ga perlu ngerasa ga adil" ucap Rion
Nara menoleh ke arah Rion "for real?"
"Iya, seneng ya lo?"
"Di mata lo gue sejahat itu?" Nara balik bertanya
iya "Y-ya enggak juga sih" Jawab Rion pada akhirnya. Pasalnya, gadis di yang akan menjadi adiknya ini sedikit.. unik?
"Sampe sekarang dia belum sadar?" tanya Nara penasaran soal sosok yang menabraknya
"Ya gitu"
Nara mengerutkan alisnya "Ya gitu gimana maksud lo? ga jelas banget"
"Ya lo liat aja sendiri, yang sakit kan kaki lo bukan mata lo" Rion mendengus kesal. Bukan dia tidak mau menjawab, tetapi dia sedikit curiga pada Nara. Mengapa gadis yang sebelumnya terlihat tidak peduli pada apapun menjadi serba ingin tahu?
Nara memutar matanya malas dan mencoba melupakannya. Ia akan mencari tahunya sendiri nanti. Sekarang Nara lebih memilih mengalihkan matanya ke luar jendela, mengamati padatnya kota.
"Lo ga ada kepentingan lain apa?" Tanyanya buka suara
Sekilas Rion melihat ke arah jam dinding yang terpasang di ruangan, ia sudah berada di ruangan itu selama dua jam.
"Ga ada"
"Mending lo jalan kek sama temen lo atau ngapain gitu, belajar" Usir Nara
"Jangan ngatur"
Nara mendecak kesal. Masalahnya, sekarang ini Nara mulai mengantuk. Namun ia tidak akan tertidur jika ada orang lain di sekitarnya. Ia takut mimpi yang tampak nyata itu datang dan orang lain melihat keadaannya saat terbangun. Nara tidak ingin menunjukan sisi lemahnya.
"Lo bisa tidur kapanpun lo mau" Ucap Rion mengerti maksud Nara
"Engga ngantuk"
Rion mendesah pelan "Se engga percaya itu lo sama gue?"
"Kita baru kenal beberapa jam yang lalu, kalo lo lupa"
Rion meletakan ponselnya yang sedari tadi ia pegang "Terus lo mau gue ngapain? ngasih jaminan ke lo?" Tanyanya seraya menatap Nara yang berada di brankar "Lo butuh apa? Kartu identitas? atau Passport?"
"Lo pengen banget jadi orang yang gue percaya?" Ledek Nara
"Lebih tepatnya, gue ga suka di curigain"
"Gue ga curiga sama lo, gue cuman ga bisa. Lagian kalau gue cerita, lo ga akan percaya"
"See? lo bahkan udah mikir negative duluan tentang gue"
"Ini bukan sesuatu yang bisa lo tanggepin pake logika" Nara mencoba memberi pengertian
"Tentang apa? lo ngalamin lucid dream? atau sesuatu yang berbau mistis lainnya?" Tebak Rion santai
"Santai aja ekspresi lo, hal kaya gitu biasa banget terjadi sama orang yang baru aja ngalamin koma" Jelas Rion
"B-bisa di bilang gitu" Ucap Nara
"So, bisa lo jelasin dengan lebih spesifik apa yang lo alamin? anyway gue punya kenalan anak kedokteran. Lebih tepatnya psikologi. Gue rasa dia tau cara ngatasin masalah lo" Tutur Rion
Nara menatap mata Rion, dia bisa melihat ketulusan disana. Akhirnya Nara memutuskan untuk menceritakan apa yang dia alami pada calon kakak tirinya. Nara pun tidak tau mengapa dia bisa percaya pada orang yang baru ia temui. Dia merasa banyak sekali yang berubah pada dirinya setelah terbangun dari koma beberapa hari lalu.
"Bisa jadi itu khayalan lo aja, bisa jadi juga itu kehidupan lo sebelumnya. Tapi karena lo baru aja baca novel True Love, lo jadi berfikir dan inget itu semua dalam bentuk novel" Pikir Rion
"Dari yang lo ceritain, yang sama cuman nama tokohnya dan karakternya aja kan? sedangkan alur cerita hampir seluruhnya beda. Mungkin emang karena sepenuhnya lo ga masuk ke novel. Dunia yang lo masukin dan novel yang lo baca itu dua hal yang berbeda." Jelas Rion secara logis
Nara berpikir sejenak "B-bisa jadi sihh"
Dering ponsel milik Rion mengintrupsi obrolan mereka. Rion tampak sedikit kaget saat mengangkat panggilan masuk dari seseorang.
"Lo tidur aja, gue ada urusan penting. Kalo mama sama om Rian belum balik, nanti gue kesini lagi. Bye" Rion berjalan terburu-buru keluar dari ruangan inap Nara
"aneh banget sih tu orang" gumam Nara menatap kepergian Rion
"Bodo amat gue ngantuk"
●○●
"Car, gimana keadaannya?" Tanya Rion sambil menetralkan deru napasnya yang memburu
"Lagi di periksa sama dokter" Jawab Carel
"Kok bisa drop lagi sih keadaannya?"
"Gue ga tau, dokter bilang dia ga ngasih feedback. Kayanya dia emang ga niat hidup" Jawabnya sambil mengintip kedalam ruangan
Rion menghela napas frustasi "Rumah sakit lo ga punya cara lain buat nanganin dia?"
"Mereka dokter, bukan tuhan"
"Orang yang dia tabrak aja udah sadar beberapa hari lalu, Car"
Carel mengalihkan pandangannya pada Rion "Lo tau dari mana?"
Diam sejenak sebelum Rion akhirnya menjawab "Dia anaknya om Rian"
"Oh"
"Eh? Hah?! om Rian pacar mama lo?" Rion hanya mengangguk kikuk
"Kok?"
Rion hanya mengangkat kedua bahunya "Takdir"
"Lo udah ngasih tau dia siapa yang nabrak dia?" tanya Carel
Rion mengangguk sebagai jawaban "Dia juga sempet nanya nanya sedikit"
"Dunia emang sebercanda itu" tutur Carel di selingi desahan kasar
"Gue sempet ngobrol sama dia sebentar, dari yang gue liat keadaannya udah lumayan membaik. Tapi ada trauma, dia jadi takut buat tidur"
"Itu wajar, biar gue minta dokter buat urus, itu aja kan?"
"Dari yang gue liat sih iya"
"Baguslah. Kejadian itu murni kecelakaan. Semuanya juga udah di urus sama polisi" tutur Carel lalu berjalan menjauh
"Gue balik dulu, kalo ada apa apa kabarin gue" Rion hanya berdehem sebagai jawaban
Setelah kepergian Carel, Rion memasuki ruangan bernuansa putih dengan bau khas rumah sakit itu. Disana terbaring seorang laki-laki yang sebelumnya menjadi topik utama pembicaraannya dengan Carel
Rion menatap sahabatnya yang terbaring dengan mata tertutup. Terdapat perban yang melilit kepalanya, seperti Nara serta beberapa goresan kecil yang menghiasi wajahnya
Lo ga cape tidur mulu Dev..
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS?
Fantasy▪︎fiction series-2 "SIALAN GUE GAMAU MATI DUA KALI" Penulis brengsek. Kalau gue balik kedunia normal, gue bunuh lo. Itupun kalau gue engga keburu mati digantung ARRGHHHH gue pengen hidup # 1 - duchess 30/06/21 # 1 - bangsawan 06-31/07/21 # 4 - Vill...