🌿CA-26🌿

54.7K 7.6K 257
                                    

Maaf untuk yang di chapter sebelumnya, aku gak serius mau berhenti. Cuma mau nenangin sakit hatinya bentar.

Masih lanjut kok, btw tekan vote dan tembuskan 100 komen..bisa?

Hehe, makasih ya. Aku sayang kalian semua, sesayang itu aku sama kalian makannya tiap hari up nya banyak. Aku mau buat cerita baru untuk kalian, jadi..mohon kerja sama nya ya.

~~~~~

Hasil pertemuan dramatis di taman tadi, Aman langsung membawa Alena ke salon. Tentu saja untuk merontokan warna hitam dirambutnya.

Tidak perlu di cat ulang, tinggal dilunturkan saja warna catnya.

Alena gak dibiarkan pergi, padahal Aman baru didudukan di kursi salon.

"Alena jangan pergi, disini aja." pinta Aman memohon, genggaman tangannya erat sekali.

Alena meringis pelan. "Iya, aku duduk disana-"

"Ndak!"

"Oke." Alena pasrah, Aman semakin keras kepala sekarang.

Alena mengelus pipi chubby Aman, Aman sendiri senyum-senyum gaje merasakan sentuhan yang sangat dia rindukan.

Tatapan mata nya terus tertuju pada Alena, bahkan dia tak perduli pada pertanyaan wanita yang sedang mengurus rambutnya.

"Mas? Ini bagaimana?" tanya mbak itu lagi.

Aman tak perduli, dia mengeluskan punggung tangan Alena ke pipinya.

"Lunturin aja mbak warna hitamnya." sahut Alena menjawab pertanyaan mbak itu.

Mbak itu mengangguk, Alena berterima kasih saat salah satu anggota salon itu memberikannya kursi untuk duduk disebelah Aman.

"Terima kasih ya." senyuman Alena manis, dan Aman benci melihat senyum itu untuk orang lain.

Genggamannya mengerat. "Jangan senyum sama orang lain, Aman gak suka." bisiknya lirih.

Tatapan matanya menyendu, Alena jadi gak tega, hati moengilnya selalu tersentuh melihat tatapan mata Aman atau apapun yang berhubungan dengan Aman.

"Iya maaf yah. Permisi, boleh minta katalog? Saya juga mau coba pangkas rambut."

"Oh tentu."

Alena juga mau mempercantik diri, untuk apa uangnya banyak kalau dirinya tidak terawat.

"Alena mau pangkas? Wah jadi makin cantik dong." seru Aman semangat.

Alena terkekeh pelan. "Iya, biar banyak yang suka." jawab Alena.

Raut wajah Aman menyendu, dia lemas mendengar ucapan Alena.

"Yah..masa gitu.." lirih Aman sedih.

"Ya jadi?"

"Nanti kalau Alena suka orang lain gimana?" bisiknya gemetar.

Alena mengulas senyum manis, dia mengelus dagu Aman pelan. "Enggak sayang, aku tetap suka kamu." bisiknya lembut.

Malu, anjay. Lihatlah pipi putih Aman kini mulai memerah merona mendengar ucapan Alena. Ah baper dia nya.

Berjam-jam berlalu, Alena sudah selesai pangkas namun Aman gak kunjung selesai. Bahkan dia ketiduran.

Pegangannya ditangan Alena mengendur dan itu Alena gunakan untuk pergi dari sana. Dia mau pipis btw.

"Mbak, kamar mandi dimana?" tanya Alena tak sabar.

Para anggota langsung menunjuk kesudut salon, tanpa menunggu lama lagi Alena berjalan cepat menuju kamar mandi.

Warna rambut Aman sudah kembali seperti semula, sudah menjadi warna putih keperakan.

"Mas, bangun dulu mas. Mau di creambath." Aman tersentak pelan, dia menguap pelan dan mengerjap pelan.

Kok ada yang aneh..Aman menatap tangan kanannya yang kosong.

"Eh.." jantung Aman serasa berhenti sepersekian detik.

"DIMANA ALENA!?" jerit Aman marah.

Dia bangkit dan mencari kesudut salon, tak ada Alena. Bahu Aman bergetar hebat, apa Alena meninggalkannya?

Air mata perlahan menetes. "Hiks..ALENA MANA!! ALENA!!" jeritnya histeris.

Semua panik tak karuan melihat kustomer mereka mengamuk seperti ini.

"Loh? Aman hey kamu kenapa!?" seru Alena yang baru selesai dari kamar mandi.

Aman menatap Alena, kemudian berlari dan menangis keras.

"HUAAAAAAAAA AMAN KIRA ALENA NINGGALIN AAAMAAAAAAN HUAAAAAAAAAA."

Kasihan, tapi lucu, gimana dong hehehe.

🌿Bersambung.🌿

Childish Aman [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang