🌿CA-25🌿

55.2K 7.9K 392
                                    

Maaf, kayaknya aku stop dulu,sakit banget rasanya walau sepele.


~~~

Biasanya sepulang kerja, Alena selalu mampir ke taman kota untuk sekedar melepas penat. Dia hanya duduk sambil makan telur gulung dan memandangi anak-anak yang lewat.

Dan hari ini juga, Alena duduk dengan tenang di kursi taman, bahunya lemas seketika.

Rasanya hari ini lebih melelahkan padahal pekerjaannya juga itu-itu aja.

"Ugh, lapernya." desah Alena pelan, dia medarkan pandangannya ke penjuru taman. Berusaha mencari jajanan yang bisa dia konsumsi.

Tatapannya tertuju pada penjual sempol ayam, kebetulan Alena sedang mau makan itu.

Alena bangkit lagi berjalan menuju penjual sempol, lumayan ramai juga yang beli.

Ada sepasang suami istri, ada anak kecil, ada juga pria ber masker hitam dan berkacamat bulat berwarna putih.

Alena tak acuh saat pria itu menatapnya begitu Alena datang.

"Mang, sempolnya 10 ribu ya." pesan Alena.

Mang Sempol mengangguk dan langsung menyiapkan sempol nya untuk digoreng.

Alena berdiri tepat disebelah pria ber masker hitam itu, rambutnya yang seleher nampak diikat tengah.

Bagus sih, rapi jadinya. Pria itu mengenakan hodie hitam dan celana panjang hitam.

"Anu, permi-"

"Mbak Alena?" Alena menoleh dan tak sempat mendengar panggilan pria bermasker hitam itu.

Alena melihat siapa yang memanggilnya tadi. "Loh? Dokter Embun?" Alena tersenyum senang.

Dokter Embun adalah Dokter penyakit dalam yang terkenal akan kecantikan dan kelembutan hatinya.

Panutan Alena nih.

"Mbak Alena beli sempol? Berapa?" tanya Embun.

"Cuma 10 ribu Dok."

Embun tersenyum tipis, dia juga lagi jalan-jalan sore sama suaminya.

"Dokter sama Pak River ya?"

"Hahaha, iya. Dia lagi beli permen kapas."

"Woah, dimana Dok? Saya juga mau beli."

Embun menunjuk ke arah kanan mereka, disana memang ada penjual permen kapas yang lumayan ramai pembeli.

Alena akan beli itu setelah sempolnya jadi, lihat saja.

Menunggu 15 menit akhirnya sempol Alena jadi, bersamaan juga dengan sempol pria bermasker tadi. "Makasih Mang." ujarnya sopan.

"Sama-sama neng."

Alena segera berlalu, membuat pria bermasker itu ketar-ketir sendiri karena gak bisa ajak Alena bicara.

"Aduh, Alena gak tanda ya kalau ini Aman.." lirihnya sedih.

Yah, pria itu ternyata Aman. Tinggi badan Aman sekarang sama seperti Alena.

Aman berusaha mengejar Alena, sampai dia tak sengaja menabrak seorang anak kecil sampai jatuh terjetembab dan makanan anak itu jatuh.

Nangis dong, namanya juga bocil.

"Hiks..huaaaa ganti jajanan aku om..hiks..jatuuuhh." Alena yang memang radar anak-anaknya kuat sontak berbalik ke belakang.

Dia mendekati pria tadi yang sudah panik sendiri.

"Aduh mas, malah diam aja. Bukannya dibantuin." cibir Alena telak, dia membantu anak kecil itu bangun.

Lalu membersihkan pakaian nya. "Udah jangan nangis, ini makan punya mbak aja." bujuk Alena sembari memberikan 3 sempolnya pada anak kecil itu.

3 aja, 7 lagi buat Alena lah.

"Hiks..makasih mbak." setelah mendapat ganti, anak kecil itu berlalu pergi.

Aman sudah panik, panas dingin dia melihat Alena bangkit dan menatapnya tajam. Alena gak pernah menatap Aman seperti itu.

Rasanya Aman mau nangis.

"Dasar gak bertanggung jawab." cemoh Alena sinis.

Dia berlalu begitu saja. "Tunggu, Alena ini Aman!" seru Aman bergetar.

Gak gak bisa, Aman gak bisa walau cuma disinis in Alena doang.

Alena berhenti lagi, dia menatap pria itu aneh. "Apaan sih, Aman rambutnya putih keperakan, bukan hitam keabu-abuan. Gausah ngaku-ngaku ya, Aman saya itu rambutnya cantik, bukan seperti anda!" ketus Alena.

Aman tremor parah, tangannya gemetar.

Dia menurunkan masker serta kacamata nya. "Ini Aman, lihat kan?" ujarnya lagi bergetar.

Alena gak yakin, tatapan matanya kelihatan ragu. "Apa sih, sejak kapan Aman suka warna hitam. Dia aja suka warna pink, rambutnya gak hitam ya, udalah ganggu aja."

Alena pergi, dan Aman terdiam disana.

Ganggu...Aman ganggu Alena? Lirih batin Aman.

Kakinya lemas, Aman menahan ujung lengan pakaian Alena dan jatuh terduduk. "Eh!? Apasi-"

"Hiks..huaaaaa ini Amaaaaan..hiks..kenapa Alena gak tanda sama Aman!!..hiks..huaaaa Alena jahaaaaat!!" mata Alena sontak melotot.

Pria itu nangis, dan yah emang mirip sama Aman pas nangisnya. "Bukti apa kalau kamu Aman?" tanya Alena memastikan.

Aman menangis, dia mengusakan wajahnya dipunggung tangan Alena.

"Boneka patricknya masih Aman jaga..hiks..tapi gak pernah dicuci huaaaa maaf..hiks..huaaaa."

Oh oke, dia beneran Aman.

"Ya ampun, bayik aku ternyata. Ih gak suka aku sama rambut kamu, ganti lagi jadi putih." cibir Alena.

Aman mengangguk cepat, dia merentangkan tangannya minta peluk.

"Uluh-uluh, maaf ya sayang." Aman mengangguk diceruk leher Alena.

Dia senang, walau awalnya Alena gak kenal sama dia.

"Rindu..hiks..Alena.."

"Alena juga rindu Aman.."

Duh, hati moengil Alena tersentuh, akhirnya dia ketemu lagi sama pujaan hati.

🌿Bersambung🌿

Childish Aman [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang