Jika perasaan bisa dikendalikan, kamu ingin jatuh cinta pada siapa?
***Derap langkah terdengar menggema memenuhi sebuah ruangan. Gadis berkaki jenjang menuruni tangga dengan cepat, seolah tak takut dirinya akan terpeleset.
Jikara berjalan ke arah ruangan, di mana samar-samar terdengar suara beberapa orang tengah bercakap-cakap. Didapatinya tiga orang berbeda usia sedang duduk melingkari sebuah meja. Di hadapan mereka sudah tersedia hidangan yang masih mengepul.
"Sarapan dulu sayang!" Wanita paruh baya dengan rambut yang digelung itu melambaikan tangan, menyuruhnya untuk segera bergabung.
Mengangguk, ia mendekat ke arah kursi kosong, menyempatkan diri mencium pipi lelaki berusia remaja yang langsung melotot, mengusap bekas ciumannya dengan jaket yang menutupi seragam sekolahnya.
"Bunda," rengek lelaki itu meminta bantuan wanita yang melahirkannya untuk mengomel sang pelaku.
"Kakak!"
Jikara terkekeh mendengar teguran bundanya lalu memeletkan lidah pada sang adik yang langsung menendang kursinya hingga terdengar decitan. Gadis itu bahkan hampir terjungkal.
"Razian!" teriak Jikara sembari mengusap dadanya karena terkejut. Zian berpura-pura tak mendengar, malah menyuapkan nasi gorengnya dengan santai.
"Ayah! Zian nih!" Jikara mengadu pada lelaki di sebelahnya yang sejak tadi anteng menikmati sarapan, membiarkan kedua buah hatinya membuat kegaduhan.
"Kakak, makanya jangan jail sama adeknya. Kamu juga adek, jangan seperti itu sama kakak kamu, tidak sopan." Nasehat sang ayah membuat keduanya saling melemparkan lirikan tajam.
Firda hanya menggeleng melihat kelakuan keduanya. Setiap pagi, mereka tak pernah sarapan dengan tenang.
Jikara menyuapkan nasi ke mulutnya sembari sesekali membalas pesan dari sang kekasih yang katanya akan berangkat untuk menjemputnya. Segera saja ia mempercepat kegiatannya karena tak mau membuat lelaki itu menunggu.
"Aku selesai!" serunya berdiri dan berjalan ke arah wastafel untuk mencuci piring. Jikara pamit pada kedua orang tuanya lalu pada Zian yang langsung mengangkat sendok untuk berjaga-jaga.
Jikara terkikik lalu menjitak kepala Zian yang mengaduh, kembali mengadu pada bundanya.
"Kakak!" teriakan bunda masih terdengar meski dirinya sudah berjalan ke arah ruang tamu.
Membuka pintu rumah, ia berdiri sejenak di depan jendela. Memastikan bahwa penampilannya benar-benar sudah rapi. Jikara tersenyum simpul karena merasa cantik pagi ini. Rambut sepunggungnya yang lurus kerap dikira hasil rebonding oleh teman-temannya, padahal rambutnya memang sudah seperti itu sedari bayi.
Jikara termasuk orang yang berkecukupan, tapi selalu tampil sederhana saat pergi ke kampus. Hari ini saja, ia hanya mengenakan cardigan yang dipadukan jeans hitam dan sneakers.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasy"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...