"Lo nggak capek tidur terus, Ji?"
Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan.
Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu.
Frustasi, ia bangkit da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hebat! Semudah itu kamu melupakan seseorang, padahal kita pernah melewati banyak waktu bersama. ***
Jikara menatap lamat sosok yang terbaring di ruang rawat inap. Setengah jam sudah berlalu semenjak seorang suster dan Zian memasuki ruangan ICU, mendapati Kanasya pingsan.
Harapan yang semula mulai pudar kini kembali naik setelah mendapati gadis itu tak sadarkan diri karena kemungkinan melihat keberadaannya.
Yakin. Itulah yang Jikara rasakan. Bukan tanpa alasan. Ia kembali teringat bahwa dulu, Kanasya memang kerap melihat hal-hal tak kasat mata. Gadis itu kedapatan beberapa kali berteriak di dalam kelas karena melihat mahluk menyeramkan, bahkan pernah sampai jatuh pingsan.
Sebenarnya dulu, Jikara sempat percaya tidak percaya mengenai hal-hal gaib seperti itu. Namun, setelah kejadian hari ini, ia berharap Kanasya memang melihatnya.
Jikara kembali menatap Kanasya yang melenguh. Perlahan matanya terbuka lalu terduduk seketika. Senyum Jikara muncul, ia segera mendekat.
"Nasya!" panggilnya, menatap penuh harap. "Sya, lo bisa liat gue?"
Kanasya diam lalu menunduk dalam, tangannya saling bertaut.
"Sya, ini gue Jikara. Lo pasti bisa liat gue, makanya tadi pingsan, 'kan?" Jikara berjongkok agar Nasya kembali melihatnya. Namun, gadis itu malah mengalihkan pandangan ke arah nakas, segera mengambil tas dan mengubeknya. Setelah mendapati apa yang dicari, ia dengan terburu-buru mengotak atik ponselnya.
Gadis itu tampak berusaha menelepon seseorang. Panggilan terhubung, Nasya langsung berbicara, "Jev, di mana?"
Jev?
Jikara termangu seketika. Kenapa dirinya bisa melupakan satu nama itu? Pikiran tentang Kanasya yang dapat melihatnya dengan cepat teralih.
"Jevan," lirih Jikara menggumamkan nama tetangga sekaligus sosok yang menemani masa kecilnya hingga beranjak remaja.
Bukankah seharunya Jevan ada di sini? Lebih tepatnya datang mengunjungi semenjak awal dirinya terbaring tak berdaya. Namun, satu kali pun dirinya tak pernah mendapat lelaki itu sampai hampir saja ia lupa.
Tiba-tiba saja, Jikara merasa sedih mengingat fakta bahwa Jevan tak peduli dengan keadaannya. Mungkin selama ini, hanya dirinya yang menganggap mereka adalah teman sekaligus saudara.
"Jemput gue Jev. Gue di RS," pinta Kanasya cepat.
Jikara tak bisa mendengar ucapan Jevan. Ia hanya menyimak apa yang keluar dari bibir Nasya.
"Gue ... abis jenguk Jikara." Nasya menjawab lagi. Ingin sekali Jikara melihat raut wajah Jevan saat mendengar ucapan sepupunya meski lebih menyakitkannya yang ia dapati adalah raut tak peduli.
"Please Jev, gue tadi ... sempet pingsan, gue lagi gak enak badan," ucap gadis itu yang Jikara yakin hanya berdusta.
"Lo pingsan karena abis liat gue, kan, Sya? Lo pasti bohong, lo pura-pura nggak liat gue sekarang!" Jikara masih yakin dengan dugaannya.