Cerita kita, mungkin perlahan akan menghilang.
***"Cedera otak yang dialami pasien membuat tingkat kesadarannya menurun hingga mengalami koma."
Jikara menahan napasnya yang terasa sesak. Ia mengalihkan pandangan pada sang bunda yang lagi-lagi histeris. Beruntung ayahnya selalu dengan sigap mendampingi dan menguatkan.
Gadis itu kemudian melangkah untuk duduk di samping Zian yang membisu. Namun, dapat ia tangkap tatapan kosong di matanya. Adiknya tidak berangkat sekolah, bahkan belum pulang sejak kemarin.
Seketika Jikara menyesal pernah mengatakan hal sembarangan, bahwa dirinya tak akan pernah menyusahkan Zian lagi. Mungkinkah ... apa yang terjadi karena ucapannya sendiri?
"Zian, maaf. Maafin kakak karena malah semakin membebani kamu," lirih Jikara hendak menyentuh bahu adiknya, tapi yang terjadi malah membuatnya terkesiap. Tangan gadis itu menembus bahu adiknya.
Aneh, padahal Jikara bisa duduk di kursi, tapi kenapa tak bisa menyentuh Zian? Apakah karena kursi merupakan benda mati? Jikara bahkan tak bisa menembus dinding untuk bisa masuk ke ruangan di mana dirinya berada.
"Putri saya akan sadar, kan, Dok? Dia ... pasti sembuh, 'kan?"
Jikara menatap lelaki paruh baya yang menatap dokter dengan penuh harap. Ia tahu, Dio hanya berusaha terlihat kuat demi istri dan anaknya.
"Biasanya pasien koma akan sadar seiring berjalannya waktu, tapi mereka membutuhkan waktu yang berbeda-beda," jelas sang dokter dengan hati-hati.
"Berapa lama biasanya dok?" tanya Firda lirih. Matanya tampak sayu. Rasanya Jikara ingin memeluk sang bunda, mengatakan bahwa sejak kemarin, ia terus berada di dekatnya.
"Ada yang beberapa hari, berminggu-minggu, bahkan ... sampai bertahun-tahun."
Jikara menunduk dalam. Tak sanggup melihat Firda yang kembali menangis. Lebih baik, dirinya tak sadar sama sekali. Kenapa jiwanya berkeliaran seperti ini jika hanya untuk melihat penderitaan keluarganya?
Gadis itu memijat kepalanya yang terasa hampir pecah. Jikara harus meminta bantuan pada siapa?
Tak ada yang bisa melihatnya satu orang pun. Ia tidak punya petunjuk sama sekali dan mungkin Jikara tak akan pernah bisa kembali karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya selain diam dan melihat raut khawatir orang-orang.
***Satu minggu berlalu begitu saja. Yang Jikara lakukan hanya diam, berdiri di sudut ruangan sembari memperhatikan orang-orang yang bergantian memasuki ruangan untuk melihat keadaannya.
Setiap malam, ia hanya sendiri, memandangi raganya yang masih betah memejamkan mata. Keluarganya tidak bisa berada di sisinya setiap saat meski selalu siaga 24 jam menunggu di depan ruangan.
Jikara mulai putus asa.
Mendengar pintu yang terbuka, ia mendapati sosok Langit yang melangkah dengan lesu. Raut wajahnya begitu muram. Beberapa hari terakhir, Jikara sempat takut sang kekasih mulai lelah menunggunya. Namun, apa yang ia khawatirkan tak terjadi. Diantara kesibukannya berorganisasi, lelaki itu selalu menyempatkan diri untuk datang meski hanya sekadar menyapa dan membisikan kata cinta di dekat telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasy"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...