20- Jika Menghilang

480 118 47
                                    

Jika aku benar-benar menghilang, akankah kebersamaan kita bisa kau kenang?***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika aku benar-benar menghilang, akankah kebersamaan kita bisa kau kenang?
***

Saat keluar dari ruangan, Jevan sudah mendapati banyak orang di sana. Langit, Tiana, Putra dan ... sepupunya, Kanasya. Sepertinya mereka baru saja menerima kabar tentang kondisi Jikara sehingga datang di waktu bersamaan.

Langit menjadi orang pertama yang mendekat ke arahnya. Ada perasaan berat membiarkan lelaki itu menjenguk Jikara, tapi Jevan tak memiliki hak untuk melarang.

"Gue mau jenguk Ara," ucap Langit lalu berjalan melewatinya, memasuki ruangan.

Jevan mendesah, menatap ketiga orang di depannya bergantian sebelum tatapannya berhenti saat bertemu pandang dengan Kanasya. Seolah paham, gadis memberikan senyum tipis dan mengangguk.

"Tadi ... katanya Ara sempet kritis?" tanya Tiana dengan raut khawatir yang kentara.

"Iya." Jevan menjawab singkat lalu mengarahkan pandangan ke sekitar. "Tante Firda ke mana?"

"Tante lagi ke kantin, tadi keliatan lemes banget." Tiana mengusap wajahnya, ada penyesalan di sana. "Gue ngerasa bersalah banget, udah dua hari ini gak sempet jenguk Ara," lirihnya. Minggu depan sudah mulai ujian semester sehingga banyak tugas yang harus segera diselesaikan.

"Gak papa, Jikara pasti maklum." Jevan menepuk bahu Tiana lalu bertukar senyum dengan Putra yang sejak tadi hanya diam.

Lelaki itu sempat mengernyit ketika tak mendapati keberadaan sepupunya. Berbalik, ia melihat Kanasya sedang berdiri di depan pintu, melihat ke dalam ruangan seperti tangah mencari seseorang.

Jevan mendekat dan berdiri di belakang gadis itu. "Ngapain?"

Berjengkit, Kanasya tampak tergagu. Gerak geriknya tampak mencurigakan, tapi Jevan tidak tahu apa yang disembunyikan sepupunya. Gadis itu pada akhirnya mengedikan bahu dan duduk di kursi tunggu.

Jevan ikut mendudukan diri di sebelah sepupunya. Ia menoleh karena merasa diperhatikan lalu menaikan sebelah alis. Kanasya yang tahu kebingungan di raut wajah Jevan mendesah pelan.

"Jev!"

"Apa?" tanya lelaki itu cepat.

Kanasya beralih menatap pintu bercat putih di depannya sebelum kembali bersuara, "Kalau Jikara bangun nanti, lo mau jujur sama dia?"

Diam. Jevan tak langsung menjawab melainkan ikut memandangi kayu pembatas ruangan di seberangnya.

"Jujur tentang apa?" Terlalu banyak rahasia yang disembunyikan membuat Jevan tak bisa menangkap langsung pertanyaan sepupunya.

Kanasya kembali menatapnya. "Perasaan lo, keadaan lo selama ini dan ... semuanya."

Lelaki itu kembali bungkam. Untuk masalah keluarga, Jevan tak berniat sedikit untuk pun memberi tahu. Namun, tentang perasannya, Jevan pernah ingin menunjukan hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk menjadikan semuanya rahasia.

JIWA JIKARA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang