Penyesalan adalah hal paling menakutkan yang dirasakan kebanyakan orang dan Jevan termasuk salah satunya. Memang benar, di satu waktu, ia pernah membenci kehadirannya sebagai anak dari lelaki bernama Rendra. Ia juga pernah ingin meninggalkan atau ditinggalkan saja oleh lelaki yang menjabat sebagai papanya.
Namun, jauh dalam lubuk hatinya, Jevan tidak pernah benar-benar menginginkan itu. Rasa kecewanya yang besar masih tak sebanding dengan kasih sayang yang selama ini berusaha ia kubur. Jevan sadar, sekasar apa pun, Rendra tetaplah seorang ayah yang diam-diam perhatiannya selalu ia harapkan.
Merasakan seseorang menggenggam tangannya, Jevan menoleh hingga bertatapan langsung dengan kornea milik Jikara.
Gadis itu melemparkan senyum tipis lalu beralih mengusap lengannya. Seketika Jevan dilanda perasaan bersalah karena sempat membentaknya tadi. Tak ingin membuat khawatir, ia menyentuh punggung tangan Jikara, balas tersenyum meski terkesan dipaksakan.
Kondisi Rendra masih seperti sebelumnya, belum sadar setelah melakukan operasi pada salah satu bagian kakinya yang sempat terjepit. Marisa sedang berada di dalam ruangan, menunggu sang suami di temani tante Ratna, mamanya Kanasya.
Melihat dokter dan dua orang perawat datang tergesa-gesa diikuti Ratna yang keluar ruangan memanggil lelaki berseneli itu, Jevan segera bangkit.
"Ada apa, Tan?" tanya Jevan. Belum sempat mendapat jawaban, Marisa muncul dari balik pintu.
"Ma!" Jevan berjalan cepat ke arah sang mama. "Ada apa? Papa gak papa, 'kan?"
Marisa yang matanya berkaca-kaca segera memeluk putranya.
"Ma! Papa ... papa-"
"Papa tadi sadar," potong Marisa, "tapi mama gak tau keadaan pastinya."
Seketika Jevan merasakan beban berat di pundaknya terangkat. Mereka yang ada di sana menoleh bersamaan mendengar derit pintu.
"Dok gimana keadaan papa saya?" tanya Jevan cepat.
"Alhamdulillah, pasien sudah sadar."
Refleks semuanya mengucapkan sukur bersamaan. Jevan bahkan sudah hampir menangis, perpaduan lega dan haru.
"Namun, kondisi pasien ke depannya tentu membutuhkan banyak waktu untuk pemulihan," lanjut sang dokter menjelaskan keadaan Rendra yang masih berada dalam pantauan.
"Sa-saya boleh jenguk suami saya?" Marisa sudah tidak sabar menyambut suaminya. Meski Rendra kerap bersikap kasar dan menyalahkannya, ia tak bisa menampik kekhawatiran serta kasih sayang yang dimiliki.
"Saya sudah memberinya obat tidur. Untuk sementara, biarkan pasien beristirahat dulu." Lelaki paruh baya itu kemudian berlalu setelah pamit karena harus memeriksa keadaan pasien lain.
Marisa menatap haru pada kakaknya yang segera memberikan pelukan, sedangkan Jevan kini menoleh. Lagi, Jikara memberikan senyum menenangkan untuk lelaki di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasía"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...