Bisakah kita kembali?
***Keadaan ruangan cukup ramai karena para mahasiswa masih belum beranjak. Masing-masing sibuk membahas perihal materi untuk tugas presentasi satu semester ke depan. Kebetulan satu minggu pertama, perkuliahan belum berjalan efektif. Kebanyakan dosen hanya masuk sebentar untuk orientasi mata kuliah yang diampu, tak sedikit pula mengadakan pembagian kelompok presentasi.
Jikara duduk di posisi paling belakang, bersandar pada kursi dengan tak semangat. Pikirannya terus tertuju pada tetangga depan rumahnya.
Bagaimana cara agar dirinya bisa berinteraksi dengan lelaki itu?
Jevan terus menghindarinya, bahkan saat mereka berada dalam jarak jauh."Jangan ngelamun!"
Gadis itu menoleh pada teman sekelasnya. Putra yang tadinya duduk di barisan tengah kini sudah berada di sebelahnya. Hubungan mereka baik-baik saja, tentu. Semenjak tiga hari lalu Jikara menginjakan kaki di kampus, Putra bersikap sebagai teman yang baik dan tak pernah membahas tentang perasaannya lagi.
Jikara tahu lelaki itu sudah menyerah dan sekarang sedang mendekati kakak tingkatnya, tapi ia sengaja tidak bertanya dan menunggu Putra sendiri bercerita.
"Gue kira lo bakal cuti sampe semester depan," ucap Putra berbicara serius. Jikara tersenyum, dapat ia lihat kekhawatiran temannya.
"Kelamaan kali, Put. Lagian gue udah baik-baik aja." Jikara menyimpan ponsel, menatap lelaki yang mengangguk.
Riuh sekitar tak membuat keduanya terganggu. Tiana yang sedang mengobrol dengan teman satu kelompok presentasinya hendak menghampiri, tapi mengurungkan niat melihat keduanya yang tengah berbincang. Gadis itu sengaja memberikan waktu pada mereka.
"Jadi, rencana lo ke depannya gimana? Mau ngambil program semester pendek?" Pertanyaan tersebut ia balas dengan anggukkan.
"Iya, semester depan gue kayaknya bakal sibuk banget." Jikara tidak bisa membayangkan dirinya akan mengerjakan KKN dan skripsi di waktu bersamaan. "Kayaknya gue gak bakal bisa wisuda secepat kalian."
"Lo pasti bisa, Ra." Berusaha menyemangati, Putra menepuk bahunya pelan. "Lagian gue juga gak mungkin wisuda gelombang pertama."
"Gue mungkin gelombang terakhir." Tak biasanya seorang Jikara mengeluh. Semua belum terjadi, tapi gadis itu sudah merasa ketakutan terlebih dahulu.
"Kita wisuda gelombang kedua, biar umum sama yang lain, tapi kalau elo emang sanggupnya gelombang terakhir ya gak papa, Ra. Jangan dipaksain!" Begitulah Putra. Lelaki sederhana yang selalu menebarkan aura positif bagi sekitarnya.
Benar juga, lagian kalau Jikara masih tidak mampu ikut gelombang terakhir, ia bisa menyusul tahun selanjutnya. Wisuda bersama Jevan.
Kan?
Lelaki itu lagi.
"Eh Ra, gue duluan ya?" pamit Putra setelah melirik jam di pergelangannya. Setelah Jikara mengangguk, Putra segera beranjak keluar ruangan dengan tergesa-gesa. Sepertinya virus bucin mulai menyerang lelaki itu. Ia yakin Putra hendak menemui pujaan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasy"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...