"Bi-bisa gak sih gak usah bikin jantungan?"
Jevan tersenyum lebar mendengar nada sewot dari gadis di depannya. Jikara kembali menggerutu pelan dengan wajah menunduk menyembunyikan rona kemerahan di sana.
Sebenarnya Jevan tak perlu bertanya pun, ia yakin Jikara tidak akan menolaknya. Bukan kegeeran, tapi melihat sikap gadis itu serta mengingat ucapannya tentang lelaki yang disukainya, Jevan merasa yakin bahwa yang dibicarakan Jikara memanglah dirinya, terlebih ia selalu melihat kilat cemburu saat mendapatinya bersama Agnia.
Tahu Jikara tak akan langsung memberikan jawaban, ia menarik tangan gadis itu untuk memasuki kedai.
"Jawabnya nanti aja kalau udah siap," ucap Jevan fokus pada jalan di depannya. Jikara akhirnya mendongak dan memandangi punggung tegap tetangga depan rumahnya.
Ia jelas ingin mengiyakan secara langsung, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu, pula jantungnya yang terus berdetak tak terkendali hingga rasanya ingin pingsan.
Keduanya duduk berhadapan di kursi dekat jendela. Kebetulan keadaan kedai tidak terlalu ramai sehingga cukup membuatnya merasa nyaman. Jujur saja, Jikara lebih suka suasana hening.
Seorang pelayan mendekat sembari membawa buku menu. Jevan segera membuka untuk melihat-lihat sebelum menatapnya yang masih belum bersuara.
"Mau pesen apa?" tanya menggeser buku menu.
Jikara berdeham lalu membuka lembaran buku di tangannya, berusaha tak menoleh pada Jevan yang tak mengalihkan tatapan darinya sedikitpun dan itu berhasil membuatnya gugup.
"Ayam rica-rica," ucapnya yang langsung mendapat pertanyaan lain.
"Minumnya?"
Jikara berpikir sejenak. "Em es jeruk aja."
Jevan mengangguk lalu menyebutkan pesanan mereka yang langsung dicatat oleh pelayan.
Hening menghiasi keadaan mereka. Jevan menjadi merasa tidak nyaman. "Ji," panggilnya membuat Jikara yang sedang memandangi jalanan lewat jendela menoleh. "Lupain yang tadi."
Ada raut tak terima di wajah Jikara. Mungkin mengira Jevan tidak serius setelah mengejutkannya dengan mengajak pacaran.
"Kalau itu bikin gak nyaman, lupain aja." Jevan menatap serius. "Nanti ... bisa dicoba lagi kalau udah siap." Ada kekehan di akhir ucapannya.
Jikara mengerucutkan bibir meski kemudian tersenyum tipis mendengar candaan garing Jevan yang malah menciptakan buncahan dalam dadanya.
"Lucu," ucapan lelaki itu membuatnya mengernyit.
"Apa yang lucu?"
Jevan mengedikan bahu, tak berniat memberitahu. Jikara sendiri malah berdecak. Keduanya saling melempar pandangan dengan pikiran yang sama, mencari topik pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasía"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...