Gadis itu beberapa kali melihat adegan seseorang yang hendak bunuh diri dalam film yang ditontonnya, tapi menyaksikan secara langsung dan itu orang terdekatnya tentu saja membuatnya bukan sekadar terkejut.
Jikara bahkan sudah berteriak memanggil Jevan yang tatapannya tampak kosong. Entahlah hal berat apalagi yang pernah lelaki itu lewati sehingga terlihat tak memiliki keinginan untuk hidup. Air mata Jikara sudah mengalir, suaranya bahkan sudah serak. Hasilnya? Nihil.
Jevan semakin mendekatkan cutter tersebut ke pergelangannya dan Jikara mulai pasrah melihat cara lelaki di depannya mengakhiri sebuah penderitaan. Hingga kemudian suara bantingan pintu membuat lelaki itu terkesiap dan langsung menjatuhkan cutter tersebut, menendangnya ke bawah tempat tidur.
"Jevan, lo gak-" teriakan Kanasya terhenti saat matanya bersirobok dengan milik Jikara. Gadis itu melangkah mundur, wajahnya berubah pucat.
"Kak?" Jevan berdiri. Tatapan kosong yang tadi Jikara lihat lenyap. Jevan tampak memaksakan senyumnya dan berjalan mendekat.
Kanasya sendiri segera menetralkan raut mukanya, mengalihkan pandangan pada Jevan. "Semuanya baik?"
Lelaki itu terdiam beberapa saat sebelum kemudian mengangguk. "Tentu aja."
Embusan napas keluar dari bibir gadis itu. Kanasya terlihat lega luar biasa dan hal tersebut membuat Jikara yakin tentang sebuah rahasia yang tak pernah ia tahu selama ini tentang Jevan.
"Kenapa bisa ke sini? Bukannya lo ada kencan?" tanya Jevan mendudukan diri di pinggiran tempat tidur.
"Gak jadi." Gadis itu membalas dengan cuek.
Tentu saja Jevan tahu kalau sepupunya berbohong. Ia mendesah pelan, tidak seharusnya sang mama menghubungi Kanasya hingga membuat acara sepupunya batal.
"Gue gak papa, lo bisa pergi." Jevan tidak mau menyusahkan siapa pun.
"Gak papa gimana?" tanya Jikara cepat. Ia sudah berjalan mendekat, menatap ke arah Kanasya untuk meminta perhatian. "Dia tadi udah pegang cutter, Sya!"
Kanasya langsung menegakan badan, menatap sepupunya yang kini menunduk, memandangi lantai. Jikara semakin yakin dengan respon gadis itu, Nasya mendengar ucapannya dan sudah pasti hanya berpura-pura tak melihatnya.
"Gue mau nginep di sini." Kanasya sepertinya sudah sangat ahli menghadapi Jevan. Jikara bahkan sempat mengira mantan sahabatnya itu akan memarahi Jevan, ternyata tidak sama sekali, malah memilih jalan lain untuk memberi pengawasan.
"Ngapain? Besok lo ada kuliah pagi, 'kan?" tanya Jevan tampak tak terima. "Lagian gue gak papa. Kayak gak tau aja kalau ini udah biasa."
Udah biasa.
Jadi, sejak kapan hal biasa tersebut terjadi?
Kalau biasa, mana mungkin Jevan sampai segitunya berbuat nekat?Jikara masih tetap mendengarkan pembicaraan sepasang saudara di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasy"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...