Bukankah semua harus kembali pada tempatnya?
***Hari kedua setelah sadar dari koma, Jikara sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Banyak sanak saudara yang datang untuk menjenguk, termasuk om dan tantenya yang tinggal di Bali. Tidak hanya itu, teman-teman sekelasnya juga datang setelah selesai mengikuti ujian.
Jikara menyambut mereka dengan baik, meski belum bisa berbicara terlalu banyak. Ia kira, tak sadar selama berbulan-bulan akan membuatnya perlahan dilupakan, ternyata dugaannya salah.
Derit pintu membuat gadis yang sedang melamun itu menoleh. Jikara dibuat tertegun mendapati keberadaan sosok tersebut. Begitupun gadis itu yang sempat terdiam memegangi engsel pintu.
Mereka saling bertatapan lama. Kanasya mengigit bibir bawahnya, ragu untuk menyapa. Memberanikan diri, ia melangkah mendekat.
Sebenarnya yang diinginkan Kanasya adalah sambutan hangat. Namun, sepertinya keingainannya tak bisa terwujud karena Jikara hanya bungkam sembari memperhatikan setiap pergerakannya.
"Em ... ha-hai!" sapa Kanasya canggung. Ia tahu, pasti Jikara merasa aneh dengan sikapnya yang tiba-tiba sok akrab. Lagipula, kemungkinannya sangat kecil Jikara mengingat apa yang terjadi saat tidak sadarkan diri.
Harap-harap cemas, Kanasya menunggu respon dari sosok yang disapanya.
"Iya, hai!" balasnya singkat.
Bodoh! Seharusnya ia tidak terlalu antusias saat mendengar Jikara sadar. Setidaknya Kanasya hanya perlu bersyukur tanpa harus datang ke tempat ini.
Hening lagi. Kanasya berpikir keras, berusaha mencari bahan pembicaraan. Dulu, sebelum kecelakaan, dirinya dan Jikara tak pernah adem ayem setiap kali tak sengaja bertemu. Kalau tidak saling membuang muka, menyenggol bahu, pasti menyerang dengan sindiran.
Kanasya menunduk, mengingat bingkisan yang hampir terlupakan. Ia mengangkat tangan menyodorkan pada gadis itu. "Ini ... gue bawa bingkisan."
Jikara sempat terdiam lagi sebelum kemudian menjawab, "Iya, makasih."
Kanasya menyimpan bingkisannya di nakas. Mereka saling melempar pandangan. Situasi tak nyaman tampak jelas untuk keduanya.
"Em gue ... gue minta maaf buat kejadian dulu." Kanasya berusaha menurunkan gengsinya. Rasanya berbeda saat berhadapan dengan Jikara yang nyata seperti ini.
Lagi, Jikara hanya mengangguk.
"Kalau gitu ... gue pamit, semoga cepet sembuh." Tidak ada lagi yang bisa Kanasya ucapkan. Melihat respon Jikara yang lebih banyak diam membuatnya ingin segera pulang dengan cepat. Jujur saja, ia merasa begitu kecewa dengan kenyataan saat ini.
"Sya, kalau nanti gue beneran bangun dan gak inget apa pun, jadi alarm buat gue ya?"
Kanasya tiba-tiba teringat permintaan Jikara satu minggu lalu. Ia mencengkram sling bag-nya, bahkan untuk membuat gadis itu ingat, dirinya bingung harus memulai dari mana. Melirik Jikara yang sama bungkamnya, ia memutuskan pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasy"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...